Kamis, 31 Juli 2008

Menanti

31 juli 2008

Lima bulan sebelum tahun ini berakhir. Jangka waktu itu sama dengan “umur” gelar mahasiswa yang masih aku sandang. Hari ini untuk ke sekian kalinya pemandangan menjelang dimulainya tahun ajaran baru terkihat kembali. Ini sebenarnya tidak bisa disebut ritual. Hanya saja terasa ada yang hilang bila tidak menyaksikan peristiwa yang satu ini. Isak tangis dan tawa riang menjadi satu. Teriakan yang menggema diikuti gerakan kedua tangan yang terkepal dan terangkat ke atas tentu saja gampang diartikan sebagai sebuah salam kemenangan atau ekspresi keberhasilan. Tetapi terkadang sulit untuk membedakan isak tangis bahagia ataukah air mata yang jatuh karena kekalahan. Inti dari momen ini hanyalah penantian akan dua kata selama sebulan lamanya. LULUS atau TIDAK LULUS. 

Sejak magrib tadi di depan pintu satu unhas ini telah di penuhi dua golongan orang. Golongan pertama, bermaksud menjual Koran pengumuman yang biasanya diterbitkan identitas, sebuah penerbitan kampus unhas. Sementara golongan yang kedua tentu saja menanti pengumuman dan membelinya pada golongan pertama tadi. Harga pengumuman bisa menjadi sangat tinggi di menit-menit awal pengumuman kelulusan. Selanjutnya setelah satu jam kemudian, harga akan berubah-rubah tetapi lebih menjurus kepada menyesuaikan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, jumlah orang yang ingin melihat pengumuman melalui surat kabar itu mulai berkurang. Hal ini dikarenakan dengan adanya terobosan baru dari pihak penyelenggara yaitu pengumuman melalui internet. Disamping akses yang cepat dan mudah, orang tidak perlulagibersusah payah menelusuri satu persatu di halaman surat kabar untuk menemukan nomor test miliknya. Di internet tinggal mengetikkan 10 digit nomor test tersebut. Hasilnya akan keluar hanya dalam hitungan menit dan detik. 

Otomatis teriakan riang, dan isak tangis bahagia maupun sedih itu pun berpindah. Tidak lagi di jalan-jalan. Kini semua itu terdengar di dalam warung internet ataupun kedai kopi yang menyediakan layanan internet. Bagi wilayah yang masih memliki jangkauan wireless juga kebagian suara-suara itu. 

Malam kian beranjak pelan. Seiring dengan itu suasana kembali sepi. Hanya terdengar beberapa motor dan mobil yang dapat dihitung dengan jari berlalu lalang di depan pintu satu ini. Kalau dihitung-hitung, peristiwa diatas sudah kusaksikan untuk ke tujuh kalinya. 

Tujuh kali, itu berarti sudah tujuh tahun lamanya dan aku masih disini. Menanti. Meskipun ku tahu aku tak dapat menggapaimu. Tapi harapan itu masih dan selalu ada. Aku akan selalu menjaga nyala api harapan itu. 












Senin, 28 Juli 2008

Telaga safar beberapa hari ini

Matahari telah naik menunaikan tugasnya menerangi bumi. Di pagi yang cerah ini walaupun jam sudah menunjukkan pukul 7, tapi aktivitas di pondokan kami masih minim. Apalagi bagian bawah pondokan. Para penghuni lantai bawah masih asyik di buai mimpi. Hal ini menjadi pemandangan biasa bagi kami. Terutama di masa liburan ini jelas aktivitas akademik masih terasa kurang dan hampir tidak ada. Contohnya saja rais.salah seorang penghuni pondokan yang telah mengkahiri masa lajangnya di tahun 2007 kemarin ini masih terlelap di depan tv nya. Stik ps 2 tergeletak begitu saja di dekatnya. Rupanya semalam suntuk dia bermain game bersama adiknya riza yang awalnya saya kira adalah kakanya karena berperawakan lebih tinggi darinya.

Sementara itu di kamar sebelahnya tidak tampak aktivitas apapun, karena penghuninya yaitu eki sedang pulang kampung. Ada beberapa penghuni yang memang sedang tidak ada di tempat saat ini. Seperti sukri dan aziz yang sekamar berasal dari polmas, kemudian ada narti yang kadang datang dan kadang pula pergi serta ani, sang preman sekaligus bendahara pondokan bawah yang baru tadi pagi pulang lagi ke kampungnya setelah mengurusi KRS nya selama beberapa hari kemarin.

Lain lagi di kamar kedua dari sebelah kanan dekat pintu masuk,yaitu kamar milik dian. Kamar yang tidak pernah sepi.kamar yang pemiliknya mempunyai nama yang indah, dian. Begitu panggilannya. Tapi saya tidak pernah menduga kalau nama lengkapnya adalah la ode rahadian. Ya, dian adalah seorang laki-laki dan berasal dari raha sulawesi tenggara. Konon orang dengan nama la ode adalah keturunan bangsawan dan terpandang di kampungnya. Teman-teman dian yang selalu datang tidak pernah mempermasalahkan itu, dan dian pun enjoy saja ketika berbagi tempat tidur bersama teman-temannya hingga kamar itu penuh sesak. Terkadang adiknya, ambo yang bernama asli Harlan harus “mengungsi” di kamar lain. Pribadi dian sangatlah unik, terutama yang selalu kami perhatikan (saya dan patang) adalah lagu-lagu yang di putarnya. Hampir semua aliran musik pernah hinggap di computer miliknya dan terdengar manis melalui speaker besarnya. Dan dian tetap menikmatinya. Mulai dari jenis musik punk, rock, pop, dangdut, acapella, alternative, jazz, instrumental, nasyid, lagu bugis, toraja,mandarin atau sebut saja aliran musik lain-lain semua ada disitu. Seolah telinga Dian adalah speaker itu sendiri yang bersedia menjadi media penyalur keinginan lagu-lagu itu untuk diperdengarkan. Dian bagaikan stasiun radio yang bebas memutarkan lagu jenis apa saja. Jika anda mencari lagu kesukaan anda dan belum menemukannya baik di internet ataupun di teman anda, mungkin bisa tanyakan pada dian, siapa tahu dia punya.

Kalau speaker dian adalah salah satu yang terkeras di pondokan, maka suara dwi adalah yang terlantang (tercempreng, bagi sebagian orang) diantara penghuni disini. Beberapa waktu ini dwi terlihat mempunyai kesibukan baru. Perhatiannya tercurah pada sebuah pot yang berisi tanaman mungil yang menurut saya mirip dengan tanaman talas. Hanya saja seperti talas yang sengaja dibiarkan kerdil. Saya teringat pada sebuah seni merawat tanaman yang berasal dari jepang yang lazim disebut bonsai. Tetapi sepertinya tanaman ini memang berjenis kecil. Dwi juga lupa menanyakannya sewaktu dia membelinya. Setelah beberapa waktu merawatnya, akhirnya dwi mnemukan tempat yang tepat tanpa perlu terlalu memeras otak untuk menjaganya. Walhasil tanaman itu diletakkan bersama tanama lain yang telah di pelihara oleh Andis di samping pondokan dekat jemuran.

Keasyikan terbuai mimpi dikala pagi kadang bisa terhenti ketika suara mace penjual kue yang selalu setia mendatangi pondokan kami terdengar lantang. Suara mace inilah yang bisa menandingi volume suara dwi, tapi karena mace ini orang luar maka beliau tidak masuk hitungan. Teriakan khasnya akan mengundang dan membius para pnghuni pondokan baik atas maupun bawah. Satu persatu penghuni pondokan akan keluar dan sekedar menghampiri mace tersebut. Fitri yang kamarnya berhdapan dengan andis di ujung lorong pondokan ini mulai keluar dengan piring dan uang di tangannya. Biasanya akan diikuti penghuni yang lain. Benar saja, tak berapa lama didin di kamar depan pun ikut keluar, menyusul andis kali ini tanpa piring. Dwi juga sering membeli kue di mace ini dan mentraktir saya dan ptang, tapi sejak tadi malam kamarnya terkunci hingga pagi ini. Mungkin sedang menginap di rumah kakaknya.

Tak berapa lama, transaksi pun selesai dan mace melanjutkan perjalanannya menjajakan kue dari pondokan satu ke pondokan lain. Sungguh gigih mace itu menjalani hidup. Walaupun sampai sekarang tidak diantara kami yang tahu nama mace itu. Dia tidak gentar akan arus makanan fast food yang semakin menarik dari hari ke hari. Dengan kue tradisionalnya ia tetap mempertahankan mutu dan menjaga selera. Itu sebabnya anak-anak pondokan selalu menantikan kehadiran kue-kuenya sebagai sarapan di pagi hari.

Hari makin siang, jarum pendek dan panjang di jam dinding kamar yang baru beberapa hari ini bisa berjalan kembali telah menujukkan pada angka 10, tapi pondokan di bawah ini masih sepi, hanya terdengar samar-samar suara televisi dari kamarnya andis. Ah pemandangan seperti ini biasa dan selalu begitu.

Sabtu, 26 Juli 2008

Somba opu, kepingan sejarah yang sedikit kusam

Matahari sore ini yang masih sedikit menyengat terlihat simetris diantara muara sungai jene’berang dan laut sulawesi. Pemandangan ini saya dapatkan dari tepi sungai dekat benteng somba opu. Sementara itu riak-riak sungai menghantam pinggir daratan tempat saya berpijak tapi hanya pelan saja. Karena gelombang air itu ditimbulkan oleh perahu penyeberangan yang mengangkut dua sepeda motor, dua orang anak kecil, seorang ibu dan seorang gadis dengan kecantikannya yang terpancar meskipun dari tempat saya berdiri bisa dipastikan sama dengan jarak antara dua buah gawang sepak bola. Cantik khas sulawesi, entah apa yang mendorong saya mengklaim demikian. Yang jelas jika anda melihatnya pasti anda tidak akan setuju bila gadis itu dikatakan berasal dari pulau jawa, Sumatra, Kalimantan apalagi papua.

Perahu itu kini merapat, satu-satu penumpangnya turun dan melanjutkan perjalanannya masing-masing. Begitu juga gadis itu. Mata saya beralih kembali kearah seberang tempat perahu tersebut berangkat. Rupanya sekeliling tempat ini dikelilingi dengan bangunan kuat yang disebut benteng. Mempertahankan, mungkin begitu maksud pembuatannya.

Batu tela, begitu di kampung saya menyebut batu berwarna merah yang merupakan bahan utama penyusun sebuah bangunan yang di tempel bersama campuran semen dan pasir. Benteng ini pun disusun berdasarkan bahan yang sama. Hanya saja pada abad ke-15 sewaktu benteng ini dibangun oleh kesultanan gowa, belum ada semen. Jadi bahan perekatnya diganti dengan tanah liat. Di tempat lain, menurut cerita putih telur digunakan sebagai perekat. Entah ini juga berlaku pada benteng ini atau tidak.

Sepanjang wilayah yang dikelilingi oleh benteng ini didiami masyarakat yang umumnya adalah suku makassar. Ada juga pendatang dari daerah lain tapi tidak seberapa. Pemerintah telah membangun beberapa bangunan rumah adat suku-suku yang ada di sulawesi selatan. Tongkonan dari toraja, balla lompoa, rumah luwu, dan tentu saja balai somba opu telah saya lewati sebelum sampai di pinggir sungai ini. Ada juga museum khusus yang dibuat untuk mengenang karaeng pattingaloang, seorang bangsawan yang terkenal karena kecerdasannya. olehnya itu gelar ilmuwan bolehlah dilekatkan padanya. Masa itu dimana galileo baru berencana mengintip bintang, karaeng pattingaloang dari langit makassar telah melihatnya terlebih dahulu. Kisah unik ini saya dapatkan dari kliping punya ka yusran yang diperlihatkan oleh dwi di pondokan.

Entah mungkin ini perasaan saya saja, tapi ketika tadi melihat rumah adat itu yang terkesan usang dan tidak terurus membuat saya hanya menengoknya sekilas. Tidak ada keinginan untuk mencermati ukiran dan lukisan yang terpahat di badan rumah-rumah adat itu. Jiwa budaya saya yang mungkin masih kurang. Padahal ukiran dan lukisan yang ada di bangunan itu pastilah sangat sulit di buat dan dibutuhkan keterampilan serta ketekunan yang tinggi untuk menjadikannya sedemikian rupa.

Hal ini mungkin bisa jadi penyebab kurangnya orang yang datang melihat adikarya bangsanya sendiri. Rupanya keelokan mall dan taman hiburan lebih dari cukup untuk memuaskan pandangan mata terhadap nilai-nilai budaya. Bisa dihitung dengan jari orang yang berkunjung. Tadi sempat ada turis yang datang, tapi ia hanya lari sore bersama teman lokalnya.

Matahari mulai turun pelan-pelan. Kali ini teriknya tidak sekeras tadi. Dari kejauhan anak-anak kosmik yang sudah dari siang tadi berada disini melangsungkan rapat kerja mulai turun dari salah satu bangunan rumah adat yang disewa sampai hari esok. Bola yang dibawa pun mulai ditendang ke sana kemari. Saya pun ikut menikmatinya. Tak lupa pula patung kepala kerbau di depan tongkonan toraja yang mungkin untuk sementara dia tidak akan kesepian karena sorak sorai anak kosmik yang bermain bola, setidaknya sampai sore ini dan esok.





Senin, 21 Juli 2008

Dan Yayuk pun berlalu.....

Pagi ini ketika saya pulang ke pondokan agak siang-siang. dwi menyapa : "hai.. sudah dengar kabar dari kampus ? yayuk 07 meninggal." seolah ingin memberiku kesempatan mencerna informasi ini, dwi terdiam sesaat. Kemudian dia melanjutkan, "Dia seperti mamaku, leukimia. Leukimia, salah satu penyakit yang bisa di maafkan. Karena memang susah ada harapan untuk kembali normal. memang sih bisa bertahan beberapa waktu saja, tapi itupun dengan kemoterapi. yang berupa pencangkokan sumsung tulang belakang. salah satu bentuknya ya disuntik di bagian belakang, dan itu sakiiiit sekali. Untung mamaku tidak sempat mengalaminya". dwi terkenang kembali mamanya, tapi tidak sedih saya tahu dia tegar. setegar saat ini ketika mendengar salah satu adik angkatannya yang pergi mendahuluinya.

Yayuk adalah salah seorang anak komunikasi yang masuk pada tahun 2007 kemarin. dari sikapnya saya tahu dia pintar. Meskipun logat bandungnya yang masih kental, dia tetap berusaha menyesuaikan dengan teman-teman angkatannya. kadang terdengar lucu memang jika berlogat makassar. Ada nada tarikan suara yang menurut saya aneh sekaligus lucu yang terdengar bila dia mencoba berlogat makassar.

Dalam kehidupan sehari-hari di kampus menurut penglihatan saya, terkadang yayuk suka menyendiri. dan beberapa kali memang saya melihatnya berjalan terpisah dari teman-temannya. "suka aja keliling-keliling sendiri" ketika kutanya kenapa tidak bersama yang lain. Suatu ketika saya juga berpapasan dengannya sedang bersama senior dari jurusan antropologi angkatan 99, yang ternyata telah berofesi menjadi Guru SMA. dan kebetulan dia sempat mengajar yayuk pelajaran komputer di SMA-nya. Kami sempat bicara panjang lebar tentang masa lalu di kampus ini. Soal Bagaimana ospek dan kehidupan di himpunan seperti bermalam bersama, kebetulan saya dulu juga dekat dengan anak-anak di antropologi. Yayuk menyimaknya dengan semangat sambil-membanding-bandingkan dengan keadaan sekarang. Dia hanya termenung ketika di ceritakan bahwa parang, busur, dan panah serta senjata tajam lainnya mudah di temukan di dalam tas mahasiswa apabila pergi ke kampus. "Buat jaga-jaga" kata senior antropologi itu.

"Tadi pagi meninggalnya dan siang ini sudah di bawa ke bandung" ucapan dwi membuyarkan lamunan saya sejenak.

Apa yang bisa menahan keinginan yang punya apabila Dia ingin mengambilnya kembali ?

Kita hanya tinggal menunggu waktu saja.

Selamat jalan Yayuk, kau selalu hadir di dalam semangat kami.

Minggu, 20 Juli 2008

WALL-E, pentingnya sebuah hubungan sosial

Pagi ini ketika matahari masih tidur dan adzan subuh mulai terdengar, saya beranjak pulang ke pondokan dengan mata sangat mengantuk. Pintu depan rupanya tidak terkunci sehingga tidak perlu repot lagi untuk memanggil anak pondokan untuk membukakan pintu dari dalam. Hal inilah yang juga berakibat fatal karena biasa digunakan mereka yang berprofesi pekerja malam menyantroni barang-barang di pondokan dengan berpura-pura sebagai teman salah satu anggota pondokan kami.

Sama halnya dengan pintu depan, ternyata pintu kamarpun tidak terkunci jadi saya bisa langsung merebahkan diri di kasur, tapi tidak sendiri. Ada mumun dan fajar disitu, yah jadinya kami three some deh. Belum sempat memejamkan mata, ada sesuatu yang menarik tergelatak begitu saja dilantai tepatnya di samping laptop fajar yang masih menyala dan terus menerus memutar “lagu if we hold on together”nya Diana Ross. Lagu yang sebenarnya menjadi pengantar tidur dari seorang pembawa revolusi bagi fajar sendiri. Sesuatu yang menarik itu adalah sebuah DVD. Sebuah kepingan ajaib yang bisa menampung beberapa film sekaligus. Kebetulan DVD itu berisi beberapa film yang beberapa hari ini kami (saya, fajar dan dwi) sempat mendiskusikannya kecil-kecilan dan berencana untuk melihatnya di M’TOS karena disana lebih murah meskipun hari sabtu dan minggu.

Dari beberapa film yang tertera di sampul DVD itu, saya mendapati red cliff, wanted, hellboy dan wall-e. Akhirnya pilihan saya jatuh pada film yang berjudul wall-e. dari gambar depannya jelas ini film animasi. Dengan sedikit mengambil posisi menonton sambil berbaring dengan bertumpu pada siku dan telapak tangan menopang pinggir tengkorak kepala saya, sehingga saya seperti posisi sang budha yang sedang beristirahat. Tetapi bedanya kini didepan saya ada laptop yang lagi bersiap-siap memutarkan film untuk saya.

Layarpun berubah hitam, kemudian muncullah mascot pixar melomcat-loncat, sebuah rumah produksi yang memang sukses melahirkan film-film animasi terbaik di dunia. Ngantukku segera hilang tatkala sebuah robot yang berbentuk aneh mulai berjalan mengambil sampah, memasukkan ke dalam box di badannya, mengepressnya hingga berbentuk kubus lalu mengeluarkannya lagi. Tahap terakhir yang dilakukannya adalah menyusunnya di sebuah lapangan luas. Kejadian ini berlangsung terus menerus hingga sore hari. Bila alarm tanda bahayanya berbunyi menandakan adanya angin kencang yang lewat, maka dia akan kembali ke bunkernya disitu dia akan aman. Jika matahari bersinar terik, si robot yang kemudian kuketahui bernama wall-e (dieja seperti mengucap : wally) tersebut akan mengisi batereinya melalui panel surya yang ada di badannya.

Suatu hari wall-e menonton acara dansa di televisi kuno di dalam bunkernya. Acara dansa tersebut melibatkan manusia sekitar tahun 1970-an. Rupanya dalam film ini, diceritakan bahwa bumi telah lama ditinggalkan oleh manusia. Tetapi masih tersisa sebuah robot pembersih sampah. Belakangan baru diketahui bahwa bumi dan robot wall-e ini telah ditinggalkan oleh manusia selama 700 tahun!. Adegan menarik dalam acara dansa yang dilihat wall-e tersebut adalah ketika pasangan lelaki dan perempuan itu berpegangan tangan. Disini wall-e sadar bahwa ia hanya sendirian di bumi ini. Sebenarnya scene sebelumnya dia ditemani oleh seekor kecoak. Saya tidak tahu kenapa sang sutradara memilih kecoak untuk mejadi teman si robot wall-e ini. Tetapi disini digambarkan bahwa kecoak tersebut sangat setia menemani meskipun wall-e sempat tidak sengaja menginjaknya.

Suatu ketika, ada sebuah pesawat yang mendarat di dekat tempat tinggal wall-e. pesawat tersebut memuat robot lain yang bertingkah sangat aneh. Bentuknya putih mulus dan bersih serta ia bisa terbang dan tanpa menginjakkan kakinya di tanah. Wall-e sangat terkagum melihat robot asing itu. Hanya saja robot itu sangat sensitif. Dia dilengkapi dengan senjata penghancur. Jika ada benda asing yang bergerak sedikit saja di dekatnya maka dia akan langsung menembaknya. Si kecoak teman wall-e sempat hamper menjadi korban, meskipun ditembaki untunglah si kecoak selamat dan menghampiri robot asing tersebut. Disinilah awal perkenalan wall-e dengan sang robot baru itu. Diketahui kemudian robot itu bernama eve. Tapi dieja dengan “eva”. Proses perkenalan antar dua robot ini sangat lucu, mengingatkan saya bagaimana sifat manusia yang berjenis laki-laki akan selalu berusaha menarik perhatian wanitanya. Dan sang wanita mulanya akan selalu cuek dan tidak perduli. Tetapi sang lelaki, dalam hal ini wall-e, terus berusaha menyenangkan hati eva.

Nama Eva atau eve merupakan kependekan dari Extra-terrestrial Vegetation Evaluator, sebuah robot yang dikirim dengan misi untuk mendeteksi adanya kehidupan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan wall-e mempunyai kepanjangan Waste Allocation Lift Loader, Earth-Class. Robot yang diprogram untuk mendaur ulang sampah. Jadi seperti langit dan bumi. Eva, robot yang cantik, putih serta canggih. Sedangkan wall-e jelek, kuno dan kotor. Seperti gambaran cantik dan buruk rupa.

Pertemuan dengan eva dan ditemukannya sebuah tanaman membawa wall-e ke petualangan mendebarkan dengan bertemu manusia yang telah meninggalkan bumi setelah 700 tahun lamanya dan berevolusi menjadi manusia yang gendut karena kerja mereka hanya makan dan tidur saja, serta tidak pernah berjalan apalagi bersentuhan dengan manusia lainnya. Mereka tinggal di sebuah kapal luar angkasa yang bernama axiom. Kedatangan wall-e dan eva di kapal itu pada akhirnya membawa revolusi besar sehingga membuat manusia sadar akan pentingnya memelihara lingkungan dan hubungan sesama manusia dan juga mahluk lain.


Jumat, 18 Juli 2008

KAU SELALU DI HATI

Hari ini lilin itu akan ditiup
dan apinya akan mati
setelah itu bertepuk tanganlah orang-orang disekitarnya
sambil bersorak dan mnyanyikan lagu selamat ulang tahun
ini hanyalah ritual biasa
yang dilaksanakan sebagai pertanda
bahwa hari ini beda
hari ini tepat 19 tahun yang lalu, engkau lahir
dan menjadi semangat di masa lalu, kini dan akan datang

lilin yang ditiup
kue yang dipotong
nyanyian lagu ulang tahun
balon, orang-orang yang datang dan ucapan-ucapan
menjadi tanda
engkau masih ada dan selalu ada
kami tidak lupa padamu
semua orang tahu itu

lilin boleh ditiup
apinya akan mati
tetapi nyalanya tetap ada di hati kita
tak lekang dimakan waktu
tak habis di tiup angin zaman
membara di dalam semangat
menyatu dalam jiwa

SELAMAT ULANG TAHUN KOSMIK




Mencintai

Sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan kita untuk mencintai dan dicintai.
Mungkin kita pernah menyayangi dan mencintai seseorang dengan sepenuh hati sehingga dia menjadi lebih berharga dari segalanya bahkan diri kita sendiri. tapi terkadang, definisi masalah yang sering termuat dalam buku-buku filsafat menghampiri kita, yaitu saat kenyataan tidak sesuai dengan harapan.

Harapan kita tentu saja adalah orang yang kita cintai akan mencintai kita pula. Tetapi, apakah selalu seperti itu ? Yang terjadi kadang malah sebaliknya. Orang yang kita cintai tidak seperti yang kita harapkan. Bertepuk sebelah tangan istilahnya. Entah ini dikarenakan telah ada yang duluan mengisi hati orang yang kita cintai tersebut ataukah karena memang kita tidak dicintainya. Alasan yang pertama mungkin membuat sakit hati. Tetapi alasan kedua membuat hati lebih sakit lagi.

Ada sesuatu yang menarik dari sini, ketika kita mencintai seseorang, maka kita akan melakukan yang bisa menyenangkan orang tersebut, apalagi jika dia yang memintanya. Maka kita akan berjuang mati-matian membantu untuk dapat mewujudkan keinginannya tersebut atau dalam bahasa ekstremnya "berkorban". Mencintai bisa berarti mengerti, memberi, berbagi dan masih banyak padanan kata lainnya yang bisa ditambahkan sendiri.
Bagaimana menurut anda ?

Rabu, 16 Juli 2008

Rencana Besar

Ini bukan salah satu judul lagu band padi pada album terakhir yang beberapa waktu lalu dirilis.

Pada hari ini ada beberapa hal yang patut dicatat dalam goresan kehidupan di sekitar ku. Abang rahmad yang baru datang dari palu untuk melanjutkan studinya di pasca sarjana unhas,berbagi beberapa rencananya ke depan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian cepat khususnya internet, maka abang tertarik untuk meramaikan dunia maya dengan mengusung sebuah website. Perencanaan untuk pengelolaannya tadi menjadi topik utama. Dengan bertujuan untuk pendidikan dan pembelajaran bersama, maka anak kosmik yang ada di pasar tadi termasuk beberapa kekuatan 9 naga turut hadir dan diminta bergabung pada lembaga yang akan mengurusi website ini nanti. Sosok nida yang disebut-sebut untuk menempati posisi manajemen, kemudian ada dwi saraswati pada divisi perpustakaan dan emma telah dipersiapkan untuk menjadi ketua nantinya. Alasannya sederhana, ”emma itu tegas untuk hal-hal tertentu” tandas abang dengan penuh semangat. Meskipun sempat diwarnai tawa dan calla, pembicaraan ini akhirnya berujung pada penyusunan agenda selanjutnya yaitu pembentukan divisi utama, bentuk konkret website ini nantinya, serta rapat konsolidasi selanjutnya pada hari sabtu sekitar pukul 12 siang. Kak riza yang sempat hadir pun turut memberikan dukungan dan semangat serta sempat pula mentraktir kami semua.

Matahari mulai tenggelam tapi sinarnya masih terasa panas. Bersama dwi dalam perjalanan pulang ke pondokan, kami masih sempat membicarakan rencana abang tadi. Dwi juga membahas tanamannya yang baru dibeli kemarin di Mtos yang wujudnya sangat aneh. Mirip tanaman talas, hanya saja lebih kecil atau tepatnya mungil. Mungkin bisa disebut bonsai talas. Rencana dwi sampai di pondokan dia akan menyiramnya di alam terbuka dan memberikan sinar matahari yang cukup untuk fotosintesis tanaman itu. ”Untuk bisa berhasil, kita tidak harus bekerja di kantoran dengan gaji 2 juta tapi bersedia untuk di marah-marah sama atasan.” kata dwi kemarin sambil memandang bonsai talas yang ada di depannya. ”kalau perlu saya akan menanamnya dan menjadikannya ladang usaha. Banyak kok orang yang sukses tanpa perlu kena marah-marah dari atasan”
”besok harus ke cendrawasih meliput tentang sepeda disana” lanjut dwi. Samar-samar mulai terlihat atap khas pondok telaga safar yang diterpa sinar matahari sore, ah satu kata untuk melukiskannya, INDAH.



Jumat, 11 Juli 2008

Dewi pemimpi dan pencapaiannya

(Saya menuliskan ini ketika sang dewi sedang dalam perjalanan menuju hotel horison tempat menginapnya andrea hirata)
Saya tidak pernah bosan untuk bercerita tentang sesosok dewi yang satu ini. Kali ini mengenai mimpinya. Mimpi dan kenyataan merupakan dua hal yang berbeda yang mestinya dimiliki setiap orang. "ketika kita bermimpi maka tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu" (andrea hirata) selanjutnya kembali kepada kita apakah kita akan mewujudkannya atau tidak. Inilah yang terlihat ketika sang dewi dengan kebulatan tekad datang ke makassar menempuh perjalanan jauh dari kampung halamannya untuk melihat secara langsung pengarang buku laskar pelangi yang menjadi inspirasi bagi dirinya bahkan kini kakaknya. Ya, andrea hirata hadir di Acara kick andy offair yang dilangsukan di baruga pada hari ini, jum'at 11 juli 2008 menyedot perhatian masyarakat makassar, dan tentu saja sang dewi sendiri.

Sebuah mimpi yang dibangunnya sejak dari kampung adalah mendapatkan tanda tangan andrea hirata. Selanjutnya sang dewi mendapatkan kesempatan untuk bertanya langsung kepada andrea hirata. Disini saya sempat melihat sang dewi adalah sosok a ling yang hadir mendahului kemunculannya di maryamah karpov seperti bocoran yang di kemukakan andrea sendiri. Ketika sang dewi mulai berdiri saya membayangkan sang andrea hirata akan terpesona melihat a ling yang ternyata kuliah di unhas. Ah sekali lagi ini hanya bayangan saya saja, tapi bung Andy F. Noya kayaknya sependapat dengan saya.

Sayangnya pada sesi akhir bang andrea tidak sempat memberikan tanda tangannya di buku sang dewi. Saya sempat tertegun, dari bahasa tubuhnya andrea sebenarnya masih ingin berfoto dan berbagi tanda tangan, tapi seurity dan pihak penyelenggara yang terlalu cepat "mengamankan" andrea dari para penggemarnya. Kekecewaan ini tidak saja menjalar diantara para penggemarnya, sang dewi pun tertegun menyaksikan andrea yang seperti "diseret" keluar seperti telah terjadi upaya pembunuhan terhadapnya.

Seperti yang telah saya ungkapkan diatas, sang dewi adalah pemimpi sejati. Dia tidak saja akan bermimpi tetapi dengan mimpi itu memberinya kekuatan untuk mewujudkannya. Dengan cepat ia mengambil tindakan dengan melangkahkan kaki keluar baruga dan menyusul andrea yang kabarnya menginap di hotel horison dengan pete-pete.

Itulah mengapa sang dewi tidak terlihat diantara teman-temannya setelah acara selesai. Ketika menanyakannya pada ema, jawaban yang keluar adalah : "lone ranger itu sementara berjuang"
ya berjuang mengejar dan mewujudkan mimpinya. Sebenarnya ini adalah hal kecil, apalah arti sebuah tanda tangan ? goresan kecil di sebuah kertas atau buku yang mungkin pada akhirnya kita akan melupakannya ?

Tapi saya melihat inilah perjuangan sesungguhnya, untuk hal kecil seperti ini kesungguhan sang dewi benar-benar terlihat. "saya akan melakukan pencapaian-pencapaian" kata sang dewi suatu hari.

Ah... mungkin setelah ini saya akan memintanya menandatangani sesuatu yang saya miliki, suatu hari nanti sang dewi akan sulit ditemui bahkan diminta tanda tangannya.

Berjuanglah sang dewi....!!!!!
andrea hirata wajib melihatmu....

Rabu, 02 Juli 2008

Ranes

Hari ini kau hadir (kembali)
Mengisi relung relung sunyi hati ku
Yang beberapa waktu ini tidak pernah berhenti menyebut namamu
Aku tak tahu apa yang ada di hatimu
Dan selalu begitu
Apakah memang perempuan diciptakan untuk menjadi misteri ?
Sedekat apapun dengan mereka
Tetap saja tidak bisa ditebak
Aku bingung.....