Rabu, 31 Desember 2008

Sebelum 2008 ditinggalkan

2009 tinggal berapa menit lagi. Aku menuliskan ini mungkin sebagi postingan terakhir di 2008. Tetapi aku selalu berharap terakhir untuk 2008 saja. Semoga Tuhan masih memperpanjang umurku di 2009 nanti. Berharap memang selalu menjadi senjata terakhir setelah segala usaha telah dilakukan. (wah... ketika sampai pada kalimat ini sebuah petasan meledak dekat warnet dan terdengar seperti bom). Itulah ciri-ciri optimis. Didalam kehidupan, optimis mutlak selalu diperlukan. Tidak saja diperlukan, tetapi juga harus dilaksanakan. Perwujudannya dalam berpikir positif. kata dwi, alam akan menyerap segala harapan, dan optimisme seperti itu.

Bagi kawan-kawan yang sedang berjuang, dalam apa saja, selalulah berpikir positif, optimis dan menaruh harapan itu di depan setelah perjuangan itu dilakukan. Kegagalan mungkin akan kita temui di lapangan nanti. Tetapi itu bukan menjadi alasan bagi kita untuk mundur dan tidak melakukan apa-apa. Sekarang saatnya bergerak, bergerak dalam goresan penamu, dalam lentik jarimu, dalam tarikan indah vokalmu, dalam hentakan kaki kanan dan kirimu, dengan semangat yang terus menyala bagi diri kita, keluarga kita, orang-orang yang kita sayangi, bangsa dan negara kita.

Ah....tiga menit lagi pukul 12 malam waktu indonesia bagian tamalanrea...
Aku tak punya terompet, tetapi aku akan meniup terompet semangat tahun baru ini dalam hatiku. Terpatri kuat disana dalam tarikan nafasku.

Selamat Tahun Baru 2009 .....!!!!

2008 dalam alunan lagu

Kendaraan yang berlalu lalang di depan warnet terlihat bertambah ritmenya. Semakin banyak dan semakin cepat. Kebanyakan menuju ke arah kota. Hari ini memang hari terakhir di tahun 2008. Sejak sore tadi kuperhatikan hal tersebut. Tidak terasa sudah setahun ini berlalu. Sepertinya baru kemarin blog ini kuluncurkan. Ternyata ketika melihat tanggal postingan pertamaku : "saraswati library" itu bertanggal 23 pada februari 2008. Waktu memang hebat, membius kita hingga tidak mampu mengingatnya.

Dalam setahun ini, terkadang ada kepingan-kepingan dalam hidup kita secara spontan ataupun tidak kita sadari terlepas begitu saja, sehingga membutuhkan waktu untuk menyusunnya kembali menjadi suatu puzzle kehidupan yang utuh. Di sisi lain mungkin kita juga menemukan kepingan baru dengan keunikan dan kelebihannya tersendiri untuk melengkapi bahkan mengganti kepingan lama kita. Aku memilih memilih lagu sebagai media kepingan-kepingan tersebut diletakkan. Lagu dapat mewakili perasaan meski itu pun tidak semuanya, tapi aku akui sangat efektif menyalurkan sedikit kepenatan dan kegelisahan.

Seperti saat ini, sayup-sayup lagu "januari di kota dili" terdengar di seantero ruangan warnet xtranet. Aku memutarnya agak keras untuk mengusir sepi karena hanya ada satu pelanggan yang tersisa menjelang pergantian tahun. Awalnya aku mengira lagu yang cocok bagiku pada tahun ini adalah lagu milik ipang dengan "sahabat kecil" karena mengingat greget laskar pelangi telah merasukiku, mulai dari buku hingga filmnya diputar di bioskop beberapa waktu lalu. Ternyata seiring waktu berjalan, silih berganti lagu-lagu lainnya mengisi relung hati untuk menyejukkan jiwa. Sebutlah "malaikat juga tahu" milik dewi lestari pada cerita dalam rectoverso yang sangat menggugah padahal sampai sekarang aku belum membacanya sampai tuntas. Kemudian ada juga tembang lawas big yellow taxi yang di aransemen ulang oleh counting crows, lagu ini sarat akan pesan moral tentang kerusakan lingkungan. Tetapi aku sangat mengingat lagu ini bukan karena alasan itu, melainkan karena Dwi benci terhadap vannesa charlton yang cuma nampang nyanyi dengan sebuah lirik : "huuuu pap pap pap..."

Bertolak belakang sedikit dengan dwi, beberapa waktu lalu ketika ecy masih sering ke warnet, ia sangat suka lagu "thousand miles" milik vannesa charlton. Aku selalu memutarkan lagu ini ketika ecy baru sampai di warnet. Saking seringnya diputar ecy malah jadi marah-marah sendiri. Kalau darma lain lagi, suatu sore ia datang ke warnet dan langsung mencari sebuah lirik lagu. Ketika beberapa saat kemudian setelah dapat, ia memintaku memutarkan sebuah lagu. Ternyata lagu itu milik fastball, yaitu "out of my head", entah kenapa tiba-tiba tingkah darma seperti itu. Dengan lirik yang sudah didapatnya tadi, darma bersiap menunggu bait pertama "out of my head". Dan mengalirlah darma bernyanyi mengikuti alunan vokal Tony Scalzo.

Sementara itu dewiq kembali menggebrak belantika musik indonesia, melalui lagu "pernah muda" yang disuarakan oleh bunga citra lestari. Lagu ini sangat menyentuh sekaligus lucu karena iramanya yang membuat orang sedikit bergoyang. Suara BCL yang mendesah membuat ani di pondokan turut pula menyukai lagu ini. Aku pun sangat menyukai irama bossanovanya sehingga membuat orang yang memainkannya dalam alunan gitar terlihat sangat jago.

Akhirnya di penghujung tahun 2008 ini, aku bertemu narti. Teman sekaligus keluarga jauhku yang memaksa memoriku terlempar kembali ke tanah kelahiranku, tanah lorosae melalui cerita-ceritanya ketika dia nekat memasuki negara timor leste tersebut 2006 silam. Dari sinilah air mataku tak tertahankan ketika tak ada lagu yang cocok selain "januari di kota dili" dari rita effendi itu mengalun pelan kemudian kukeraskan kembali, sekali lagi untuk mengusir sepi.

Disini aku sendiri, masih seperti dulu, masih menunggumu (ranes)

Dua langit telah membaur di suatu cakrawala
Dua biduk t’lah berlabuh di satu dermaga cinta

Januari di kota Dili
tak terkira cinta bersemi
Januari lekas berganti
dan terhempas cintaku

Januari di kota Dili
kian hangat dalam ingatan
nantikanlah aku kembali
‘tuk menjemput cintamu

Cintamu Timor Lorosae
Cintamu Timor Lorosae

Selasa, 30 Desember 2008

Mengemas masa lalu, merangkai masa depan

Mungkin kota ini sudah bosan melihatku tidak pernah beranjak setelah sekian lama menuntut ilmu di salah satu bangunan diatasnya. Padahal waktu yang disediakan seharusnya dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga efektif dalam kehidupan. Tapi begitulah aku. Entah karena selalu merasa tak pernah cukup atas anugerah ini ataukah penghalusan daripada istilah “malas” dalam diriku sehingga rasa betah ini mengalahkan segala keinginan untuk pulang apalagi memikirkan masa depan, kerja dan kawin kemudian beranak pinak.

Tetapi mau tidak mau, tujuh tahun adalah waktu yang disediakan untukku. Kampus merah sudah menggariskan batas tersebut jauh sebelum kelahiranku di sini dari rahim UMPTN 2001 silam. Perjalanan waktu dan aturan seakan tidak mau berdamai denganku. Ataukah aku yang memang keras kepala tidak mau tahu segala ketentuan tersebut ?

Aku sempat kalah di beberapa lini dan waktu itu. Kalau saja tidak bertemu ranes dan orang-orang disekitarku yang terus memberi baterei semangat agar lampu perjuangan ini terus menyala. Tidak terhitung sudah jasa-jasa mereka. Ketika rasa terpuruk itu kembali datang, maka aku teringat semua wajah-wajah tersebut. Semangatku pun berkobar kembali. Tugas akhir yang selalu menjadi momok tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir seperti diriku, berubah menyenangkan karena adanya tangan halus Kak Syamsuddin Aziz, ditunjang dengan kondisi pasar mace yang begitu bersahabat secara tidak sadar mengumpulkan ide-ide dari teman-teman seperti abang, bento, kak harwan, arya, yudha dan masih banyak lagi . Api semangat itu juga ditiupkan oleh beberapa adik spesialku rahma "pelangi", nendenk, debra dan keluarga cuacanya (riana shunshine, dll), ifzan, ruztan, cokke dan masih banyak lagi

Tampang sangar seekor naga memang membuat ciut siapa saja yang menatapnya. Tetapi disini, naga-naga itu menyayangiku seperti saudara sendiri. Aku sengaja memang menuliskan nama-nama itu disini, mereka bejumlah sembilan makanya disebut Sembilan Naga. mereka itu adalah : Dwi, ecy, shanty, were, icha, darma, azmi, wuri dan emma. Persahabatan itu terjalin begitu indah dan tak terasa terus memompa hingga puncaknya tanggal 25 oktober kemarin aku bisa ujian meja bersama seorang temanku, saudaraku, Fajar .

Kini dalam penantian ijazah yang insya allah akan keluar januari nanti, aku akan mencoba berdamai dengan waktu. Mencoba melepaskan pelampungku dan berenang ke tengah lautan nasib. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, pengalaman masa lalu, dan setumpuk harapan akan masa depan yang lebih baik, aku akan kembali mencoba. Mencoba merasakan kata "pulang" meskipun makna pulang itu sebenarnya telah kurasakan disini. Ketika makassar telah memelukku dan menerimaku seperti anaknya sendiri. Maka tidak salahlah aku selalu sedih jika "feels like home" chantal kreviazuk terdengar olehku. Dalam 7 tahun ini Makassar sudah seperti ibuku sendiri. Tapi aku tak akan memaksanya mengakuiku sebagai anaknya.

Pulang disini dalam arti sesungguhnya. Arti oleh kebanyakan orang. Ketika kau menyebutkan asalmu dari mana disitulah kau akan kembali pulang. Dalam hal ini ketika berkenalan dulu, aku selalu menyebutkan gorontalo sebagai asalku.

Mungkin kesanalah aku pulang nanti....


Jumat, 26 Desember 2008

menulis kehidupan

seorang teman pernah bertanya
atau lebih tepatnya aku yang menganggapnya bertanya

mungkin seperti ini inti pertanyaannya,
(karena sebelumnya saya pernah dengar abang rahmad bilang : "menulislah supaya kau abadi")
lalu muncul lah seperti kata teman saya ini
"ketika produsen alat-alat tulis menghentikan produksinya,scara tidak langsung mereka telah menghentikan keabadian seorang manusia?

ooh..
menulis yang satu ini “beda”
menulis bukan berarti mengabadikan diri kita dengan alat tulis
menulis seperti mencintai,
ketika kita menanyakan alasan apa bagi kita untuk mencintai sesuatu/seseorang
maka sebenarnya tidak alasan untuk mencintai sesuatu/seseorang tersebut

sebenarnya kita tidak perlu alasan untuk mencintai

begitu juga menulis,
maka tulislah…..
tulislah dalam kehidupan
melalui apa saja…
melalui bidikan kamera seorang fotografer
melalui sepakan kaki pemain sepak bola
lewat indahnya kelentikan jemari seorang penari
dalam alunan suara alto seorang biduan
atau pukulan maut seorang petinju
atau ayunan cangkul seorang petani
dan masih banyak lagi
maukah kalian menanmbahkannya ?

Kamis, 25 Desember 2008

Entah kenapa...

entah kenapa...
tapi saya merasa harus menyampaikannya...

SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU....

Rabu, 24 Desember 2008

24 desember, ketika malam pukul 11 lewat sedikit

Tepukan tanganku sengaja agak kukeraskan ketika memanggil pete-pete' (angkot) 05 jurusan cendrawasih-kampus karena jam sudah menujukkan pukul 11 malam lewat sedikit. Kami, (saya, patang dan debra) baru saja pulang dari acara syukuran wisuda anak-anak kosmik periode desember ini yang mayoritas angkatan 2004. Kabar baiknya, kami (patang dan saya - AKHIRNYA!!!) juga termasuk di deretan wisudawan tersebut.

Aku tak akan bercerita panjang tentang acara tadi. Kami datang memang agak telat, tetapi masih banyak anak kosmik yang hadir. Acara sebenarnya sudah dimulai sejak sore tadi. Banyak anggota kosmik dari senior sampai abang-abang yang datang, bahkan kabarnya ketua jurusan illmu Komunikasi yang baru, Bapak Nadjieb dan beberapa dosen-dosen serta staf administrasi hingga pak saleh, staf administrasi FISIP yang sangat berjasa membantu para wisudawan mengurus berkas kemarin pun turut hadir.

Malam semakin larut, untungnya bintang yang tampak di langit dengan jelasnya dan selalu kuperhatikan dengan seksama sejak berangkat tadi masih kelihatan bersinar terang. Ini berarti tidak ada awan mendung yang menutupinya. Otomatis hal seperti ini biasanya menandakan bahwa malam ini tidak akan turun hujan. Beberapa minggu ini Makassar memang selalu diguyur hujan. Makanya aku agak trauma, mungkin sama seperti lainnya. Manusia memang selalu belajar dari alam, dan tuhan menujukkan dirinya melalui tanda-tanda seperti itu. Mendung dan hujan selalu berpasangan untuk mengingatkan. Meskipun ada salah satu lirik lagu "mendung tak berarti hujan..." tetapi ku pikir itu merupakan kiasan untuk menyemangati kita bahwa ketika mendung mengancam akan turun hujan, bukan berarti segala kegiatan harus terhenti. "Life mus go on," masih ada payung, jas hujan atau daun pisang yang bisa di comot untuk melindungi diri agar tidak basah.

Angin dimalam ini bertiup sepoi-sepoi saja, tetapi tidak jika berada dalam kendaraan, apalagi seperti pete-pete' tumpangan kami ini. Pintu utamanya yang menganga membuat angin terasa lebih kencang ditambah dengan kekuatan daya dorong mobil hingga Aku agak menggigil dibuatnya. Beberapa kali pete-pete ini mengubah arah keluar dari jalur resminya karena di sepanjang jalan menuju kampus ini ada beberapa gereja telah disesaki umat nasrani untuk merayakan misa kudus peringatan natal yang jatuh pada esok hari.

Terlihat penampilan para jemaat itu sangat spesial malam ini, mulai dari tua, muda, bapak-bapak, ibu-ibu, para gadis, hingga anak-anak. Karena umat nasrani di kota ini di dominasi oleh etnis selain bugis-makassar, maka pemandangan di jalanan ini terasa lain. Kebanyakan terlihat olehku adalah dari etnis cina. Terkadang ada juga kudapati muka-muka selain cina dengan tanda bermata tidak sipit dan tidak putih. Meskipun begitu, mereka berbaur dalam nyanyian, doa dan kekhusyukan malam natal.

Di sudut jalan lain, cafe-cafe, tempat bilyard serta bar terlihat mulai berdenyut. Dinginnya malam memang menjadi penghibur tersendiri bagi para pengunjung tempat-tempat tersebut. Mungkin karena siang hari mereka harus kerja mencari nafkah, dan keadilan Tuhan menciptakan malam untuk beristirahat pun dimanfaatkan sedemikian rupa.

Ketika pete-pete' tumpangan kami mulai memasuki daerah tamalanrea, denyut kehidupan malam pun berangsur hilang, di kawasan pendidikan ini atmosfirnya memang terasa beda dari kehidupan kota. Ketenangan dan keheningan khas wilayah pendidikan menyelimuti kecamatan ini. Kecamatan yang selalu mengajarkan kepada kita agar tidak pernah menyerah dalam segala hal, termasuk menempuh pendidikan. "Tamalanrea" kata orang berarti "tak jemu-jemu" . Itulah alasan nama itu diberikan.

Tapi....itu sebelum berdirinya beberapa pusat perbelanjaan di sekitar sini. Ah... aku tak tahu apa maunya para pemilik modal itu, para pengambil kebijakan itu, atau para pengawal negara itu. Mungkin juga jika aku di posisi mereka, aku akan berbuat hal yang sama. Bukankah keuntungan memang selalu diatas segala-galanya...?

Di depan pintu satu UNHAS pete-pete' berhenti, kami pun turun dan berpisah. Patang dan debra ke arah pondokan, sedangkan aku kembali ke warnet.
Sebelum berlalu, aku sedikit berteriak ke arah patang dan debra : "off the record yang tadi ya...!!!"

Minggu, 14 Desember 2008

Relax time, minggu pagi itu entah tanggal berapa..

Saya menemukan foto ini dari kumpulan foto di salah satu profile fiendster temanku.

Jumat, 12 Desember 2008

Negeri “seng”, dan Pondok “hanya karena cinta”


Aku belum pernah membayangkan tempat seperti ini. Jalan pendek sekitar 1 km yang memiliki dua tikungan menyambut perjalanan kita sebelum memasuki gerbang negeri ini. Tidak dapat disebut gerbang, karena pembatas antara negeri ini dan dunia luar itu adalah sebuah jembatan yang aspalnya sudah terkelupas, tetapi masih bisa dilalui oleh mobil dan motor serta sepeda. Terkadang pula kawanan sapi serta kambing melalui jembatan itu. Lewat dari jembatan itu lah negeri ini berada. hawa khas yang tidak kita temui di tempat lain mulai terasa. Hawa itu muncul dari persetubuhan kulit seng yang menjadi dinding-dinding tempat tinggal disini dengan sinar matahari dan angin yang berhembus pelan, terkadang pula kencang,


Ya, seng merupakan bahan utama penyusun rumah-rumah yang ada di negeri ini. Jikalau ada rumah dari semen dan batu bata, maka jumlahnya tidak lebih dari jumlah kedua tangan dan kedua kaki yang digabung. Rata-rata lantai di rumah-rumah itu sudah menggunakan campuran semen bahkan tegel. Kecuali rumah bertingkat dua, yang lantai atasnya menggunakan susunan papan-papan sehingga bila kita menginjaknya, maka akan terdengar di telinga penghuni di lantai bawah.

Fungsi rumah kost mendominasi sebagian besar rumah yang dibangun dinegeri ini. Ada dua system pembayaran kost-kosan disini. Per bulan atau per tahun, tinggal pilih saja. Harganya pun bervariasi, ada yang perbulannya

Seperti pondokan yang ku tempati ini. Pembayarannya bisa per bulan yang berharga 70 ribu rupiah. Dengan atap seng dan berdinding seng, maka pada siang hari kita akan disuguhkan dengan fasilitas “mandi uap keringat” karena panas yang dihasilkan terbilang diatas normal menembusi setiap inci tubuh ini.

Yang tersisa bagi penghuni kamar-kamar ini mungkin hanyalah cinta pada pasangannya masing-masing. dan ini menjadi alasan untuk bertahan di tengah himpitan kebutuhan hidup sekarang ini. sebagian besar penghuni pondok ini adalah orang yang berkeluarga. Malah ada sebuah pasangan suami istri yang mengontrak 3 kamar berdampingan sekaligus. Untuk menghubungkannya, maka sekat pemisah antara ketiga kamar tersebut di singkirkan. Hasilnya sebuah kamar yang memanjang dan lebar serta luas cukup untuk ditinggali sebuah keluarga.

Oh.. sejak tadi aku lupa ya menyebutkan nama resmi kawasan ini. Letaknya di belakang pasar daya, jikalau hendak kesini, Engkau hanya perlu membayar dua ribu rupiah untuk menumpang pada tukang ojek. Katakan saja tujuanmu : "pondok sawah"