Rabu, 30 September 2009

Rasakanlah bersama

Jika ingin bahagia maka bagilah kebahagiaan itu
Karena kesusahan yang dialami sendiri akan terasa lebih berat dari biasanya
Jadikan itu menjadi hal bersama...
Aku mendengar ini dari suara olivia ong
Ringan dan bersahabat
Berbagi... kesedihanmu..kesedihanku...Bahagiamu....bahagiaku...

"Make it mutual"

In this nice cool breeze.
Yes I am all at ease.
When I gush.
And this sweet feeling comes to me.
Can't deny, can't lie, can't really face the truth.
And I wonder if you're feeling the same way too

Senin, 28 September 2009

Kembalinya Sang Naga

Hawa panas hari ini sedikit lebih terasa dari biasanya di tamalanrea
Aku tahu itu bukan karena terik matahari
Ada Naga yang kembali
Kiranya Dia terpanggil untuk sekedar menjenguk sarangnya
Aku ingat ketika dia datang disini pertama kali
Bersamanya ada cinta yang menyelimuti
Dan ketika dia memutuskan untuk pergi
Maka cinta jua lah yang tertinggal
Kini ketika Naga itu kembali
Kuharap dia tidak membawa pergi cinta yang pernah ditinggalkannya disini
Sekarang dan selamanya...

sayup sayup salah satu naga itu sempat bersenandung : "but even so... i love you anyway...no matter how things have gone...."
kami (dodi, himas, dan uci hanya tersenyum sambil memanjatkan harapan harapan)

Sabtu, 26 September 2009

Menggantikan september

Menapaki hari ke 26 di bulan ini banyak sudah mimpi yang sedikit tercapai.
Ada saat kita perlu mengantarkan ketegaran pada sedikit kesedihan
Karena air mata tidak selalu berarti kelemahan
Ada saat kita menangis agar kita kuat

Kerinduan pernah hadir disini
Menemani kehadiran gadis berjilbab di senja yang remang
Mengiringi pertemuan di puncak indah waktu itu
Menahan haru ketika sahabatmu hanya bisa puas berlebaran di perjalanan
Mengantar kepulanganmu dalam putaran roda sepeda mungilmu
Memandangi codet di dahi indah wajah selembut salju itu

Tinggal 4 hari lagi september akan berganti. Aku teringat Bulan penggantinya nanti pernah menjadi kesyahduan bagi seorang teman. Dia mengatakannya setahun yang lalu, walau kini telah dihapusnya secara total atas nama sisi lain dirinya yang selalu hadir.

Kata teman yang lain, kau harus pergi agar rindu sudi untuk datang
Seperti Matanya yang rindu akan kacanya, agar indahnya dunia dapat dia nikmati seutuhnya
Dan sepertinya....
aku menyetujuinya

Rabu, 23 September 2009

Tertawa bersamamu cukuplah bagiku

Jika sekiranya salju turun di sini, lalu aku atau kau bisa merasakan lembut butirannya, maka seperti itulah wajahmu. Dalam pipi mungilmu, senyuman indah itu terukir disana, walau dengan sedikit codet yang justru menambah keindahan itu.

Dirimu sangat jauh untuk dilihat, meski dekat dalam pandangan mata. Aku tahu kau selalu terbuka untuk siapa saja, tetapi justru sikap inilah yang kadang membuat orang merasa segan terhadapmu. Entah karena auramu yang begitu menawan hingga menciptakan tembok dan jeruji pemisah untuk merasakan kedalaman hatimu, aku juga tak tahu.

Dalam setiap senyum dan tawamu yang membawa damai dan membuat orang didepanmu merasa dihargai kehadirannya, kau pun sangat bahagia oleh itu semua.

Kau pernah hampir pergi dari dunia ini, di dalam artian sebenarnya. Tapi rupanya Tuhan berkehendak lain, Dia masih memilihmu, menaruh kasih sayang-Nya kepadamu. Hingga aku menuliskan ini, aku juga bersyukur atasnya.

Setinggi apapun harapanku, maka pasti dirimu akan lebih tinggi dari itu, aku sadar itu. Maka tertawa bersamamu cukuplah bagiku.

Minggu, 20 September 2009

Melepas ramadhan

Aku memanggilmu dari kejauhan dalam kegelapan malam. Tak mungkin aku salah, hanya satu orang di malam takbiran ini yang menggunakan sepeda di tamalanrea. Kau tetap seperti yang dulu, dengan potongan pendek dan cardigans hitam serta suara khasmu. Katamu sepeda itu baru kau beli beberapa waktu yang lalu. Memasuki halaman rumah di BTP yang kutinggali kau tetap menaiki sepedamu dengan lincah, aku hanya mengikuti dengan berjalan kaki dari belakang.

Dimalam takbiran ini, bersama kita melepas kepergian ramadhan di langit Makassar yang cerah. Kau bertanya padaku nama tiga buah bintang yang berjejer diatas sana, aku juga tak tahu namanya, tapi di kampungku orang menyebutnya “poliyama”. Kau hanya mengangguk menyetujuinya saja.

Sesekali kau tertawa lepas ketika bercerita tentang hidupmu akhir-akhir ini, dan suaramu terdengar keras sekali, memecahkan kesunyian yang tercipta karena para tetangga sedang pulang kampung. Katamu kau suntuk dirumah sendirian, makanya kau menghubungiku. Kebetulan aku pun hanya berteman beberapa siaran televisi dengan satu tema yang sama.

Beberapa waktu terakhir ini kau mempunyai obsesi untuk tour ke toraja dengan naik sepeda bersama kenalanmu di dunia maya, kenalanmu itu sudah beristri dan kaget sekali ketika mendapati bahwa ternyata kau adalah seorang wanita. Tawaku meledak ketika kau bilang bahwa kenalanmu itu menyuruhmu untuk mencari teman lagi, karena menurut hadits, kalau sedang berdua maka yang ketiga adalah setan.

Ketika memandangi langit entah untuk yang keberapa kali, kau bertanya soal syahdu. Apa itu syahdu ? Lalu kau mengumpamakan jika kita kehausan di tengah padang pasir kering, kemudian kita bertemu dengan air yang sejuk dan meminumnya. Bukan air dingin, tetapi air sejuk. Menurutmu itulah syahdu...

Syahdu juga terjadi saat seperti malam takbiran ini, ketika kita jauh dari keluarga, sahabat orang orang terdekat, hanya suara takbir dan kerlip bintang yang mengantarkan kerinduan kita pada mereka. Begitu pula kerinduan mereka pada kita. Mungkin bisa juga pada waktu kita sakit dan mendengarkan suara orang yang sangat ingin kita dengar suaranya. Menyapa kita dan membelai serta berkata bahwa semua akan baik baik saja.

Sebenarnya aku juga tak bisa memastikan saat ini apakah masuk dalam kategori syahdu tersebut, tapi seiring rembulan terakhir ramadhan yang kini digantikan dengan takbir menyambut fajar 1 syawal, aku hanya bisa merasakan rasa rindu yang sedikit terobati dengan kedatanganmu disini, menemaniku walau mungkin hanya beberapa jam saja, dan ketika mengantarmu kembali hingga pintu gerbang BTP, menatapmu melaju dengan sepeda kecilmu, bagiku itu sudah cukup.


Sabtu, 19 September 2009

Puasa hari ketigapuluh, pangeran dan putri

kami pernah mengantar kalian
tapi tidak dalam satu waktu yang sama
baik langsung maupun tak langsung
untukmu pangeran, sepertinya putri itu tidak pergi begitu saja
mungkin dia sedikit kesal, tapi tak kan disimpannya dalam hati
karena kaulah pelindung putri
untukmu putri, disana ada pangeran yang mencarimu
menempatkanmu dalam setiap helai rindunya
di dalam kerajaan hatinya yang tak pernah sepi akan namamu
kini kami merindukan kalian
mungkin pernah kalian berjauhan
tapi tolong jangan lama
karena sepertinya kami merindukan kalian
dan sepertinya kali ini bersamaan

terinispirasi dari lagu milik the groove : "pangeran dan putri"

Di Puncak Indah kita bertemu

Sepanjang malam itu kau terus menghubungiku, menanyakan sudah sampai manakah bis ini membawaku ? padahal langkah bis ini baru saja mencapai kota pare-pare, hingga tak terasa aku tertidur pulas. Aku sengaja menghiraukan daerah daerah yang dilewati menuju tempatmu itu karena sudah sering kulalui beberapa waktu terakhir.

Hingga subuh menjelang, ketika lipan merah, eh salah… Liman merah yang kunaiki pelan-pelan merayap memasuki jantung sebuah kota. Aku langsung ingat salah seorang temanku pernah berkisah tentang kota ini. Tidak banyak cerita darinya. Hanya tentang sebuah pantai di pinggiran kota. Disana tidak akan kita jumpai suasana tenggelamnya matahari seperti lazimnya pantai pantai lain. Tetapi yang akan kita dapati adalah pemandangan menakjubkan bagaimana sebuah matahari baru akan lahir. Aku bisa membayangkan bagaimana bola gas raksasa berwarna kuning itu muncul begitu saja dari dalam samudra luas di lautan sana, aku jadi teringat salah satu scene di film pirates of carribean, dimana kapten jack sparrow terperangkap dikapal flying Dutchman bersama awaknya hingga mereka bersepakat untuk menggoyangkan kapal dengan tujuan agar kapal itu terbalik, sampai pada adegan dimana matahari itu muncul dari dalam lautan. Seperti itulah kira-kira jika membayangkannya. Tapi sayang, jalur bis tidak membawaku kesana, jadi aku hanya bisa puas menyaksikan mentari itu bangun dari sela sela perbukitan yang mengelelilingi kota itu. Meskipun begitu harus kuakui sinarnya menyambut pagi tetap memukau. Memasuki daerah dengan banyak gereja dan mesjid yang berdampingan bertuliskan kecamatan angkona disana sini nya, kau menghubungiku lagi, katamu tak lama lagi aku akan sampai.

Akhirnya untuk pertama kali, setelah 10 tahun yang lalu ketika tangismu melepasku di pelabuhan dili itu, kita bertatapan lagi. Dengan matamu kau menangkap lambaian tanganku dari atas bis. Kau memelukku, ditengah pandangan heran beberapa tukang ojek yang ada disitu. Tak kau pedulikan arus mobil yang masih hilir mudik dan klakson keras tanda selamat tinggal dari liman merah yang mengangkutku.

Kau mengajakku ke rumahmu, katamu selamat datang di puncak indah. Dari tempatku berdiri, aku dapat memandang ke delapan penjuru mata angin sejauh sekitar radius 2 km, dan tak ada kata yang dapat melukiskannya selain… Indah…Aku langsung tahu kenapa daerah ini dinamakan puncak indah.

Aku tertawa saja ketika kau menyuruhku naik motor yang kau bawa, soalnya motor besar ini lebih cocok dikemudikan lelaki. Tetapi kau tetap memaksa untuk mengemudikannya walaupun aku sudah menawarkan untuk memboncengmu. Tak berhelm kau biarkan angin mempermainkan rambut ikalmu yang indah itu.

Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, tapi sepanjang waktu itu kau menghabiskan waktu melupakanku dengan menghadiahi suamimu 4 orang anak. Yang ada kini hanya kerinduan biasa, kerinduan yang memaksaku melupakan bayang bayang masa lalu. Disaat kini kau membawaku mengitari kantor bupati luwu timur dan kantor kantor pemerintahan yang berdekatan terletak diatas bukit itu sekitar 4 hektar luasnya, serta berjarak 4 km dari jalan raya.

Dulu aku pernah merindukanmu, mungkin sampai kini... tapi sudahlah...

Jumat, 18 September 2009

Beberapa Kepulangan

Setiap hari selalu saja ada kepergian
begitu juga kepulangan
seperti halnya kelahiran dan kematian
atau kedatangan serta kehadiran
maka, ketika berita dari kak patang, dan kak jun yang masuk bersamaan itu menghentakkan dada pada siang hari dalam teriknya matahari di Puncak Indah mengenai kepergian Pak Edy, aku hanya bisa memanjatkan doa Kepada-NYA
Hidup ini seperti terminal yang kudatangi kemarin malam selepas isya
Ada bis yang baru datang dan bersamaan itu pula bis lainnya bersiap siap meninggalkan terminal itu
Dari titik 450 km dari makassar aku mengetahui kabar itu
Seperti juga kepergian Gadis berilbab itu ke kampungnya menggunakan burung besi berlabel sriwijaya, atau gadis jilbab dengan tanda khusus di hidungnya, serta gadis jilbab berkacamata yang tak bosan memberi piutang pulsa kepada teman-temannya dengan ucapan khasnya : "Assalamualaikum kak...nanti saja bayarnya ya..." atau gadis jeruk yang telah berevolusi menjadi gadis cokelat yang menyempurnakan hidup sahabat sekamarku

Semua pada akhirnya akan pulang
hanya waktunya saja yang berbeda, tapi kita tak tahu kapan....

Selasa, 15 September 2009

Puasa hari keduapuluh enam, yang membuat INDAH sore itu

Gadis berjilbab itu hadir lagi, tapi kali ini dia tak sendiri. Dia bersama dengan gadis-gadis jilbab yang lainnya. Ada yang berkacamata dan telah berumur, ada yang tak suka ngomong tapi periang , tidak ketinggalan juga yang mungil serta pendiam dan ada pula yang punya tanda khusus di hidungnya. Tetapi ada pula yang tak berjilbab, dia datang bersama adiknya yang kata orang, sangat beda penampakannya. Ada juga yang datang dengan poni khususnya, kalau orang indian menyebutnya "touch the sky". Dia punya gerak badan istimewa, hanya saja kali ini dia belum menunjukkannya pada kami.

Mereka mewarnai sore hingga malam itu dengan tawa dan lampu kilat disana sini. Meskipun dengan pandangan heran dari orang orang sekitarnya, mereka tetap tak peduli. Karena hari itu menjadi milik mereka. Tak ada tangis yang menghiasi. Mungkin beberapa hari kedepan, karena kutahu pasti mereka tak rela melepas kesempatan seperti itu, walau waktu nanti kan memisahkan, selain jarak dan kepentingan tentunya, yang pada akhirnya akan melahirkan rindu di kemudian hari.



Senin, 14 September 2009

puasa hari ke duapuluh dua, agar itu tidak terjadi lagi

Hari ini adalah hari terakhir aku berada di kota ini. Setelah dua hari yang lalu kami tiba disini mengantarkan adik arya yang sedang sakit. Bersama yuda, arya, bahar dan ono (adik arya) dengan AVP hitam yang dikendarai arya selepas sahur hari sabtu kemarin. Aku ingat di kota ini pernah menjadi tempat singgahmu beberapa tahun lalu. Tepatnya menjadi tempat tinggal sesaat karena tuntutan pekerjaan yang kau lakoni waktu itu hingga kau terangkat menjadi PNS di ibukota.

Yah.. itu sebelum kabar yang kau ceritakan padaku mengenai statusmu tempo hari di ujung telepon. Ketika itu suasana seperti sekarang, dalam dinginnya angin yang membangunkanku untuk sahur justru memberiku kekuatan menyeret kakiku dari pintu pondokan melintasi lapangan satu unhas, menembusi lapangan basket PKM selanjutya menuju rektorat di depan mesin ATM. Pandangan heran satpam juga kuacuhkan hanya untuk memencet nomor nomor telepon rumahmu lewat pesawat telpon yang menggunakan koin di rektorat itu. Katamu aku terlambat beberapa jam saja. Karena siang sebelumnya ada seseorang meminangmu terlebih dahulu. Padahal dari penuturan dengan isak tangismu kau terus terang mengharapkanku. Kau hanya tak enak hati saja harus memutuskannya kembali. Apakah perempuan memang begitu ? lebih menyayangi perasaan orang lain daripada perasaannya sendiri ? aku juga tak tahu.

Hingga Mobil AVP yang dikemudikan arya meninggalkan kota ini pelan-pelan, aku belum bisa memejamkan mataku, terutama ketika dua pulau besar yang terhampar di seberang pantai sepanjang jalan kota ini terlihat meskipun samar-samar. Dari cerita ono, dua pulau tersebut adalah jelmaan seekor buaya dan seekor ular raksasa yang memperebutkan lautan di wilayah ini. Tuhan menghukum keduanya menjadi dua pulau yang tampak berhadap-hadapan itu.


Aku menceritakan ini untukmu kawan,
bukan karena aku sakit hati karenanya
bukan pula agar kau bertarung untuknya
tapi sebenarnya apa salahnya berkorban untuknya ?
Tuhan tidak akan mengutukmu menjadi pulau hanya karena berjuang untuknya
maafkan aku yang sering memaksamu mengikuti kata hatimu
agar kau tidak sepertiku
yang hanya bisa memandang jelmaan buaya dan ular itu
tanpa pernah berjuang seperti mereka

Jumat, 11 September 2009

Puasa hari keduapuluh, kau dan lelaki yang berhati intan

Yang ada pada dirinya hanyalah keikhlasan
Walau tak selalu ditunjukkannya
Tapi dapat kupastikan dari setiap gerak geriknya yang mengundang tawa
Ada rasa tulus untuk membahagiakan setiap orang
Apalagi terhadapmu
Namun justru sikap itulah yang kadang digunakan orang untuk memanfaatkannya
Dan sekali lagi, ia tetap tersenyum
Ketika kau memalingkan muka
Maka dengan senyumannya ia mengantar kepergianmu
“aku belum pantas untuknya, dia terlalu istimewa” katanya
Dan ketika kau memutar badanmu memilih untuk pergi sewaktu kalian bertemu,
“kami seperti yang di film hancock, ketika dua belahan hati bertemu maka akan sekarat satu sama lainnya” begitu dia menghibur hatinya
Dia yang selalu mengambil jalan lain jika melihatmu dari jauh karena takut kau akan marah bila melihat mukanya
Dia yang pernah menatapmu dari jutaan kilometer jauh di tempatnya berdiri pada saat kau tengah tertidur di kasur empukmu, dan meyakini bahwa kau sedang segaris dengannya
Dia yang selalu mempersiapkan helm kecil di motornya untukmu, walau mungkin kau tak pernah naik diatasnya, karena dia memilih untuk tidak mengajakmu daripada kau malu nantinya
Dia yang selalu mengingatkanmu untuk berdamai dengan kesehatanmu, walau kau mengacuhkannya
Jika dirimu sangat keras, maka hatinya sebenarnya lebih keras lagi
Hatinya seperti intan, yang sangat keras menyayangimu walau ditempa oleh apapun
Tetapi ketika hancur maka akan tampak lebih bersinar dari apapun
Mungkin dirinya pernah sedikit mengalihkan duniamu, tapi baginya kau adalah dunianya
(afgan)

Pada akhirnya ketika semua itu berlalu begitu saja, ternyata kau terlalu istimewa, katanya.
Dia yang selalu merindukanmu bagaimana pun keadaanmu

Anggap saja aku mengkhayal
Tapi aku tak bohong

Katamu : vintage all the time
Tapi baginya : But even so......... (ah, kurasa kau tahu kelanjutannya…)





Selasa, 08 September 2009

Puasa hari ketujuhbelas, Perempuan yang tak suka bicara

Aku tidak menanyakan namanya waktu pertama kali bertemu dengannya, melainkan menanyakan buku apa yang sedang dipegangnya. Ternyata itu sebuah buku tulis berisikan sebuah cerita pendek setengah jadi. “Ini tugas yang diberikan oleh kak debra dari biro CSC kosmik” katanya.

Waktu itu Ia masih baru di kampus ini, dari tatapan mata kecilnya yang sayu, aku tahu dia sedang merasa heran pada rambut gondrong dan celana jeans robek-robek milikku. Tak ragu ia menanyakan apakah aku tidak kena teguran dari dosen dengan penampilan seperti itu jika masuk kuliah. Aku hanya tertawa, dan kukatakan bahwa aku tak kuliah lagi.

Jika ada saat yang membuat betah hingga waktu tidak terasa sudah berjalan sejauh ini, maka bagiku itu adalah saat di kampus merah, dalam pelukan warna biru merah yang kami sebut kosmik. Aku tak menyangka Sembilan tahun sudah aku melewatinya. Bertemu dengan berbagai macam orang dalam pribadi kompleks, aneh dan lucu yang membuat tangis hingga tawa berderai. Aku pernah berhadapan hujan batu dan tembakan peluru serta gas airmata, atau makian dari orang yang tak kukenali bahkan tikaman pisau, tapi bertemu dengan orang yang mengatakan dirinya lebih suka menulis daripada bicara, ini baru pertama kali.

Gerak geriknya memang tidak terlalu lincah, tapi dia bisa mengimbanginya dalam setiap tulisan yang dihasilkannya. Dia membuktikan itu. Mulanya setiap orang pasti akan menulis tentang dirinya sendiri. Tak terkecuali dirinya juga. Dia mulai menulis dari rasa kesalnya kepada salah seorang temannya hingga rasa nikmat menanti cokelat dari seorang teman, atau tentang idolanya seorang penabuh drum di kelompok band yang terdiri dari para mantan model. Suatu hari ia bercerita tentang solidaritas. Kondisi aneh yang ia temui di lingkungan dan keluarga barunya di kampus merah. Kondisi yang Membuatnya bingung harus bersikap bagaimana pada setiap orang. Dan untuk itulah dia harus belajar.

Bukti bahwa perempuan lebih menggunakan perasaannya dibanding rasio, baru aku temukan setelah melihat langsung padanya. Ternyata mereka memang perasa. Justru yang membuatnya berbeda adalah caranya menyalurkannya. Secepat itu dia marah atau kecewa, secepat itu pula dia akan melupakannya. Tapi dalam hati seseorang siapa yang tahu ?

Kami pernah terlibat dalam sebuah pembuatan film menyambut ulang tahun kosmik. Aku membuatnya marah waktu itu di salah satu lokasi pengambilan gambar, dan keesokan harinya ia kembali ceria dan menyapaku lebih dulu.

Dia adalah sahabat yang selalu mendengarkan, selalu menemani, dan selalu pula *dicallai (diejek dalam bahasa Makassar). Jika suatu saat kalian bertemu dengannya, tolong jangan membuatnya marah apalagi kecewa, karena walaupun dia bisa cepat melupakan, tetapi dia punya hati juga, meskipun “sebenarnya hati adalah otot terkuat pada tubuh manusia” (dari film : life before her eyes)

Baru baru ini aku membuatnya marah, tapi kali ini aku sungguh sangat keterlaluan.

Puasa hari kedelapan belas, Suatu hari dalam mimpi mu

Pernah kau bercerita padaku soal mimpi mimpi mu
Bagimu sah sah saja orang bercerita tentang keinginannya yang mungkin agak berlebih
Karena mimpi adalah semangat bagi masa depan
Walau di masa kini boleh jadi hanya akan menjadi bahan candaan bahkan ejekan
Jika sudah bercerita seperti itu, kau akan lupa waktu
Tak peduli apakah ragamu masih mampu menahan keinginan berceritamu
Lucu juga mengingat bahwa yang kau ceritakan itu hanyalah bunga tidur yang muncul justru pada saat kau tidak tidur
Kau menceritakannya padaku sambil mengkhayalkannya
Dengan keteraturan jalan cerita yang kau susun sendiri sekehendak hatimu
Sesekali kau tertawa olehnya
Tentu saja aku juga ikut tertawa
Karena kau memasukanku dalam mimpi itu
Aku dan teman-temanku
Serta teman-temanmu
Kita semua berada di suatu tempat asing yang sebenarnya pernah kita kenali
Itu terjadi di beberapa tahun kedepan
Aku pun sebenarnya punya mimpi
Yaitu menceritakan secara lengkap tentang mimpimu yang kau ceritakan padaku malam itu
Tapi bukan sekarang

Senin, 07 September 2009

lagu untuknya

Pagi ini dia menghubungiku
Menanyakan kabarku
Sama seperti waktu waktu sebelumnya
Ada rindu yang terasa dalam tarikan suaranya
Tidak pernah berkurang sedikitpun sejak aku meninggalkannya
Ini adalah tahun kedelapan kami tak bersua
Terpisah oleh lautan dan daratan beberapa propinsi
Dalam kerinduannya tahun ini, ia kembali memintaku untuk datang
Meski dia tahu aku takkan ada disana nanti
Tapi tak pernah berhenti ia memohon
Untuk bertemu di lebaran tahun ini
Katanya tak peduli seperti apa rupaku nantinya
Karena aku tetap miliknya


Aku ingin menyanyikan untuknya sebuah lagu
Lagu ini diperkenalkan oleh temanku
Pemilik lagu ini adalah band favorite kakak temanku itu


“pesonamu masih jelas kurasakan hingga kini
menemani hingga ku dewasa
derai air mata dan pengorbananmu
takkan tergantikan, terima kasih ibu…”




Puasa Hari ketujuh belas, agar tidak ada yang sampai dilupakan

Kalau tidak salah di metro tv kemarin bilang begini,
“Dibutuhkan keheningan untuk mendengarkan angin”
Sementara angin diperlukan untuk mengantarkan suara
Tetapi tidak dibutuhkan peperangan untuk merasakan kedamaian
Karena seperti hujan yang datang, tidak perlu selalu ada mendung terlebih dahulu
Tidak perlu pula ada benci atau dendam untuk setiap kemarahan
Karena marah selalu berteman dengan permohonan dan pemberian maaf
Biarlah ada jarak dalam kehidupan
Karena darinya kita bisa saling memahami
Kita tidak dapat berdiri terlalu dekat
Karena kita pasti akan berbenturan
Namun jangan pula berdiri terlalu jauh
Agar kita masih saling mengenali dalam jarak pandang mata
Kalaupun ada perpisahan di suatu hari nanti, itu karena ada pertemuan
Tetapi… tolong jangan ada ucapan selamat tinggal untuk biru merah


*PS : “lihat… tidak salah kan…? kalian adalah penulis yang hebat…!!!”

Jumat, 04 September 2009

diam itu membunuhku...

aku tahu kau kecewa
bahkan pasti marah dan sedih
tapi yang membuatku takut adalah "diam" mu
sering aku berjanji untuk tak mengulanginya lagi
namun sesering itu pula aku mengingkarinya
dan kau pun dengan arifnya kembali memaafkan

jangan kau hukum aku dengan diam mu
karena kau lebih berkata kata dalam diam mu
remove aku dari friendlist mu,
tapi tolong jangan hilangkan kosmik dari hatimu
apalagi sampai meninggalkannya dalam sepi

kalau masih bisa...
aku hanya berharap kita masih saling melambaikan tangan bila bertemu
menyapa bila bertatap muka
berbicara bila masih saling mendengar
dan bercanda bila tak sakit lagi hatimu

aku tahu memberi maaf adalah hal tersulit untuk dilakukan
olehnya aku takkan memaksa

Puasa hari keempat belas, Balas dendam

Kalau ada pembunuhan yang menyisakan sakit hati teramat sangat, maka wajar kalau beberapa waktu kemudian terjadi pembunuhan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sebagai pembalasan atas pembunuhan pertama.

Begitu juga pada penipuan, caci maki atau apa saja yang menghasilkan kekecewaan teramat sangat.

Kekecewaan yang menghasilkan marah dan dendam itu wajar saja terjadi pada seseorang maupun banyak orang. Pembunuhan dibalas pembunuhan, penipuan dibalas penipuan, sakit hati dibalas sakit hati, itu masih wajar.

Tetapi alangkah anehnya, suatu ketidakhadiran dibalas dengan ketidakhadiran. Kau boleh marah pada orang lain atau sekelompok orang, tapi tolong jangan marah pada lembagamu atau rumahmu, apalagi pada Kosmik. Jangan sampai ketiadaanmu menambah kesendirian yang selalu dirasakan olehnya. Dia mungkin sudah tua dan tidak menyenangkan, tapi tolong ....jangan lagi kau tinggalkan dia.

Selasa, 01 September 2009

Puasa hari keenam, jangan pernah berhenti untuk belajar

“Kosmik sapu bersih …!!!” teriakan Pak Noer jihad membahana di tengah-tengah peserta pelatihan blog yang diadakan dalam rangkaian acara pesta blogger 2009 dengan panitia lokalnya dari pihak angingmamiri.org (komunitas blogger Makassar) yang bekerja sama dengan American corner dan Kampus Unhas. Anak anak kosmik yang hadir waktu itu sumringah. Betapa tidak, sebagian besar pertanyaan kuis di jawab oleh anak kosmik.

Pelatihan yang diikuti oleh peserta yang kebanyakan adalah mahasiswa tersebut mulanya hanya ditargetkan sekitar 50-an orang saja. Tetapi, antusias di kalangan kampus unhas sangat terlihat. Akibatnya banyak peserta yang tidak kebagian jatah komputer, walaupun sebenarnya ada juga yang membawa laptop sehingga bisa langsung mengakses langsung jaringan internet yang tersedia melalui koneksi wireless. Meskipun begitu, itu semua tidak menyurutkan minat untuk belajar membuat blog di kalangan peserta.

Bersama anak kosmik lain dan dengan semangat yang sama, maka blog-blog kami pun tercipta,walau itu dengan tampilan sangat sederhana. Dan keesokan harinya, kami dikejutkan dengan foto pada harian fajar berikut ini :





Puasa hari kesepuluh, maksud hati

Mungkin bagimu ini permainan
karena terlihat aneh dan banyak tawa
ataukah karena wajah kami tidak seperti orang kebanyakan ?
sering kau mendapati lelucon
yang mungkin tak pernah kau dapati sebelumnya
dan bagimu, itu tak menyentuh rasa humormu
sehingga kadang tawamu seperti dipaksakan
aku bisa melihat itu
tapi biar kukatakan satu hal
Kami tidak sedang main main
dalam setiap pertanyaan yang kau sebut interogasi
dalam sapaan yang kau sebut basa basi
dalam setiap candaan yang kau anggap celaan
dan di dalam lambaian tangan yang mungkin kau anggap panggilan
yang pasti, Maksud kami adalah perhatian
Kami berharap, suatu hari kau atau kalian akan mengerti