Tik tik tik ...... kembali terdengar di genteng-genteng rumah, atap-atap pondokan dan kubah kubah mesjid. gerimis pun turun disusul hujan keras membasahi kembali seperti dalam beberapa hari ini. Ani (safar's angel) yang baru pulang dari kampusnya terpaksa berlari-lari kecil takut basah. Ya Hujan merupakan sesuatu yang paling ditakuti semua orang. Bahkan Polisi pun takut akan hujan, Secara refleks rata-rata orang akan melindungi dirinya dari terpaan air hujan, tak peduli dia penakut atau pemberani, petani maupun presiden. Gerak tangan kita akan tertuntun dengan sendirintya memmbentuk perisai untuk melindungi diri kita minimal kepala kita. Padahal serapat apapun tangan kita melindungi pastilah air hujan itu akan mengenai kita.
Hujan perlahan-lahan mulai reda. Tapi angin dan cuaca masih mengisyaratkan bahwa hujan belum mau beranjak. Maka dingin pun turut menyergap. Disinilah para lelaki mempersembahkan jaket atau baju mereka kepada para kaum hawa yang ada di dekatnya, dan kaum hawa inipun seperti biasa menolak dengan sopan sambil malu-malu kucing padahal sebenarnya suhu badannya sudah tak kuasa menahan dingin yang menusuk, dan dengan sisa-sisa kekuatan terakhir gengsinya akan runtuh. Pada saat itulah seorang lelaki sejati telah lahir.
Dulu aku pernah membayangkan bagaimana proses terjadinya hujan. Berawal dari dosa manusia yang kian bertambah seiring bertambahnya jumlah anak manusia, maka Tuhan pun marah. Ini menjadi guntur dan petir (pertanda awal datangnya hujan). Setelah kemurkaan-Nya yang tak kunjung digubris itu maka puncak kekecewaannya adalah kesedihan. Menangislah DIA hingga ia menteskan air mata. Air mata inilah yang oleh para malaikat di potong-potong menjadi tetesan tetesan air hujan (karena saya tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana sebuah tetes air mata raksasa berubah menjadi tetes-tetes air yang kecil-kecil, maka kata “potong-potong” inilah yang digunakan). Terjadilah Hujan, dengan beraneka ragaman cara menyambutnya.
Tapi sebagian orang menganggap bahwa hujan adalah rahmat tuhan yang harus disukuri dimanapun dan kapanpun itu.
Mengenai asal mendung yang tak sempat diceritakan di atas, ah....mendung tak berarti hujan
Hujan memang mempunyai daya magis yang besar, siapapun akan terbius ketika ia datang, sesaat perhatian akan beralih padanya. Pengendara motor dan pejalan kaki segera menepi mencari tempat berlindung. Jika ia masih tetap meneruskan perjalanannya berarti dia memang berniat ingin basah.
Jika memakai buku atau tas, maka itulah yang akan menjadi “payung” pertama bagi kita menghindari kebasahan tadi. Ada juga yang menggunakan sebagian kerah kemejanya atau jaketnya sekedar meminimalisir daerah yang basah dari tubuhnya.Hujan perlahan-lahan mulai reda. Tapi angin dan cuaca masih mengisyaratkan bahwa hujan belum mau beranjak. Maka dingin pun turut menyergap. Disinilah para lelaki mempersembahkan jaket atau baju mereka kepada para kaum hawa yang ada di dekatnya, dan kaum hawa inipun seperti biasa menolak dengan sopan sambil malu-malu kucing padahal sebenarnya suhu badannya sudah tak kuasa menahan dingin yang menusuk, dan dengan sisa-sisa kekuatan terakhir gengsinya akan runtuh. Pada saat itulah seorang lelaki sejati telah lahir.
Dulu aku pernah membayangkan bagaimana proses terjadinya hujan. Berawal dari dosa manusia yang kian bertambah seiring bertambahnya jumlah anak manusia, maka Tuhan pun marah. Ini menjadi guntur dan petir (pertanda awal datangnya hujan). Setelah kemurkaan-Nya yang tak kunjung digubris itu maka puncak kekecewaannya adalah kesedihan. Menangislah DIA hingga ia menteskan air mata. Air mata inilah yang oleh para malaikat di potong-potong menjadi tetesan tetesan air hujan (karena saya tidak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana sebuah tetes air mata raksasa berubah menjadi tetes-tetes air yang kecil-kecil, maka kata “potong-potong” inilah yang digunakan). Terjadilah Hujan, dengan beraneka ragaman cara menyambutnya.
Tapi sebagian orang menganggap bahwa hujan adalah rahmat tuhan yang harus disukuri dimanapun dan kapanpun itu.
Mengenai asal mendung yang tak sempat diceritakan di atas, ah....mendung tak berarti hujan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar