Tepukan tanganku sengaja agak kukeraskan ketika memanggil pete-pete' (angkot) 05 jurusan cendrawasih-kampus karena jam sudah menujukkan pukul 11 malam lewat sedikit. Kami, (saya, patang dan debra) baru saja pulang dari acara syukuran wisuda anak-anak kosmik periode desember ini yang mayoritas angkatan 2004. Kabar baiknya, kami (patang dan saya - AKHIRNYA!!!) juga termasuk di deretan wisudawan tersebut.
Aku tak akan bercerita panjang tentang acara tadi. Kami datang memang agak telat, tetapi masih banyak anak kosmik yang hadir. Acara sebenarnya sudah dimulai sejak sore tadi. Banyak anggota kosmik dari senior sampai abang-abang yang datang, bahkan kabarnya ketua jurusan illmu Komunikasi yang baru, Bapak Nadjieb dan beberapa dosen-dosen serta staf administrasi hingga pak saleh, staf administrasi FISIP yang sangat berjasa membantu para wisudawan mengurus berkas kemarin pun turut hadir.
Malam semakin larut, untungnya bintang yang tampak di langit dengan jelasnya dan selalu kuperhatikan dengan seksama sejak berangkat tadi masih kelihatan bersinar terang. Ini berarti tidak ada awan mendung yang menutupinya. Otomatis hal seperti ini biasanya menandakan bahwa malam ini tidak akan turun hujan. Beberapa minggu ini Makassar memang selalu diguyur hujan. Makanya aku agak trauma, mungkin sama seperti lainnya. Manusia memang selalu belajar dari alam, dan tuhan menujukkan dirinya melalui tanda-tanda seperti itu. Mendung dan hujan selalu berpasangan untuk mengingatkan. Meskipun ada salah satu lirik lagu "mendung tak berarti hujan..." tetapi ku pikir itu merupakan kiasan untuk menyemangati kita bahwa ketika mendung mengancam akan turun hujan, bukan berarti segala kegiatan harus terhenti. "Life mus go on," masih ada payung, jas hujan atau daun pisang yang bisa di comot untuk melindungi diri agar tidak basah.
Angin dimalam ini bertiup sepoi-sepoi saja, tetapi tidak jika berada dalam kendaraan, apalagi seperti pete-pete' tumpangan kami ini. Pintu utamanya yang menganga membuat angin terasa lebih kencang ditambah dengan kekuatan daya dorong mobil hingga Aku agak menggigil dibuatnya. Beberapa kali pete-pete ini mengubah arah keluar dari jalur resminya karena di sepanjang jalan menuju kampus ini ada beberapa gereja telah disesaki umat nasrani untuk merayakan misa kudus peringatan natal yang jatuh pada esok hari.
Terlihat penampilan para jemaat itu sangat spesial malam ini, mulai dari tua, muda, bapak-bapak, ibu-ibu, para gadis, hingga anak-anak. Karena umat nasrani di kota ini di dominasi oleh etnis selain bugis-makassar, maka pemandangan di jalanan ini terasa lain. Kebanyakan terlihat olehku adalah dari etnis cina. Terkadang ada juga kudapati muka-muka selain cina dengan tanda bermata tidak sipit dan tidak putih. Meskipun begitu, mereka berbaur dalam nyanyian, doa dan kekhusyukan malam natal.
Di sudut jalan lain, cafe-cafe, tempat bilyard serta bar terlihat mulai berdenyut. Dinginnya malam memang menjadi penghibur tersendiri bagi para pengunjung tempat-tempat tersebut. Mungkin karena siang hari mereka harus kerja mencari nafkah, dan keadilan Tuhan menciptakan malam untuk beristirahat pun dimanfaatkan sedemikian rupa.
Ketika pete-pete' tumpangan kami mulai memasuki daerah tamalanrea, denyut kehidupan malam pun berangsur hilang, di kawasan pendidikan ini atmosfirnya memang terasa beda dari kehidupan kota. Ketenangan dan keheningan khas wilayah pendidikan menyelimuti kecamatan ini. Kecamatan yang selalu mengajarkan kepada kita agar tidak pernah menyerah dalam segala hal, termasuk menempuh pendidikan. "Tamalanrea" kata orang berarti "tak jemu-jemu" . Itulah alasan nama itu diberikan.
Tapi....itu sebelum berdirinya beberapa pusat perbelanjaan di sekitar sini. Ah... aku tak tahu apa maunya para pemilik modal itu, para pengambil kebijakan itu, atau para pengawal negara itu. Mungkin juga jika aku di posisi mereka, aku akan berbuat hal yang sama. Bukankah keuntungan memang selalu diatas segala-galanya...?
Di depan pintu satu UNHAS pete-pete' berhenti, kami pun turun dan berpisah. Patang dan debra ke arah pondokan, sedangkan aku kembali ke warnet.
Sebelum berlalu, aku sedikit berteriak ke arah patang dan debra : "off the record yang tadi ya...!!!"
Aku tak akan bercerita panjang tentang acara tadi. Kami datang memang agak telat, tetapi masih banyak anak kosmik yang hadir. Acara sebenarnya sudah dimulai sejak sore tadi. Banyak anggota kosmik dari senior sampai abang-abang yang datang, bahkan kabarnya ketua jurusan illmu Komunikasi yang baru, Bapak Nadjieb dan beberapa dosen-dosen serta staf administrasi hingga pak saleh, staf administrasi FISIP yang sangat berjasa membantu para wisudawan mengurus berkas kemarin pun turut hadir.
Malam semakin larut, untungnya bintang yang tampak di langit dengan jelasnya dan selalu kuperhatikan dengan seksama sejak berangkat tadi masih kelihatan bersinar terang. Ini berarti tidak ada awan mendung yang menutupinya. Otomatis hal seperti ini biasanya menandakan bahwa malam ini tidak akan turun hujan. Beberapa minggu ini Makassar memang selalu diguyur hujan. Makanya aku agak trauma, mungkin sama seperti lainnya. Manusia memang selalu belajar dari alam, dan tuhan menujukkan dirinya melalui tanda-tanda seperti itu. Mendung dan hujan selalu berpasangan untuk mengingatkan. Meskipun ada salah satu lirik lagu "mendung tak berarti hujan..." tetapi ku pikir itu merupakan kiasan untuk menyemangati kita bahwa ketika mendung mengancam akan turun hujan, bukan berarti segala kegiatan harus terhenti. "Life mus go on," masih ada payung, jas hujan atau daun pisang yang bisa di comot untuk melindungi diri agar tidak basah.
Angin dimalam ini bertiup sepoi-sepoi saja, tetapi tidak jika berada dalam kendaraan, apalagi seperti pete-pete' tumpangan kami ini. Pintu utamanya yang menganga membuat angin terasa lebih kencang ditambah dengan kekuatan daya dorong mobil hingga Aku agak menggigil dibuatnya. Beberapa kali pete-pete ini mengubah arah keluar dari jalur resminya karena di sepanjang jalan menuju kampus ini ada beberapa gereja telah disesaki umat nasrani untuk merayakan misa kudus peringatan natal yang jatuh pada esok hari.
Terlihat penampilan para jemaat itu sangat spesial malam ini, mulai dari tua, muda, bapak-bapak, ibu-ibu, para gadis, hingga anak-anak. Karena umat nasrani di kota ini di dominasi oleh etnis selain bugis-makassar, maka pemandangan di jalanan ini terasa lain. Kebanyakan terlihat olehku adalah dari etnis cina. Terkadang ada juga kudapati muka-muka selain cina dengan tanda bermata tidak sipit dan tidak putih. Meskipun begitu, mereka berbaur dalam nyanyian, doa dan kekhusyukan malam natal.
Di sudut jalan lain, cafe-cafe, tempat bilyard serta bar terlihat mulai berdenyut. Dinginnya malam memang menjadi penghibur tersendiri bagi para pengunjung tempat-tempat tersebut. Mungkin karena siang hari mereka harus kerja mencari nafkah, dan keadilan Tuhan menciptakan malam untuk beristirahat pun dimanfaatkan sedemikian rupa.
Ketika pete-pete' tumpangan kami mulai memasuki daerah tamalanrea, denyut kehidupan malam pun berangsur hilang, di kawasan pendidikan ini atmosfirnya memang terasa beda dari kehidupan kota. Ketenangan dan keheningan khas wilayah pendidikan menyelimuti kecamatan ini. Kecamatan yang selalu mengajarkan kepada kita agar tidak pernah menyerah dalam segala hal, termasuk menempuh pendidikan. "Tamalanrea" kata orang berarti "tak jemu-jemu" . Itulah alasan nama itu diberikan.
Tapi....itu sebelum berdirinya beberapa pusat perbelanjaan di sekitar sini. Ah... aku tak tahu apa maunya para pemilik modal itu, para pengambil kebijakan itu, atau para pengawal negara itu. Mungkin juga jika aku di posisi mereka, aku akan berbuat hal yang sama. Bukankah keuntungan memang selalu diatas segala-galanya...?
Di depan pintu satu UNHAS pete-pete' berhenti, kami pun turun dan berpisah. Patang dan debra ke arah pondokan, sedangkan aku kembali ke warnet.
Sebelum berlalu, aku sedikit berteriak ke arah patang dan debra : "off the record yang tadi ya...!!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar