Yang ada sore itu hanyalah canda
Meski dalam balutan selang infus dan selimut
Serta bau khas obat-obatan dan makanan
Rahma tertawa, ayah ibunya juga, kami pun ikut tertawa, tak ketinggalan Opi dalam senyuman khasnya
Turut pula pasangan "sasmita" di rombongan yang datang belakangan
Kalau ada kesempatan seperti itu di lain waktu, kuharap tidak berhenti sampai disini
Kami selalu mendoakanmu....
Semoga cepat sembuh
Rabu, 07 Oktober 2009
Selasa, 06 Oktober 2009
yang pernah terjadi di tamalanrea
Ada masa ketika kita mulai mengingat yang sudah sudah
Pernah ada Naga disini yang meniupkan semangat dalam nafas mereka. Entah itu dalam canda dan atau amuk marah. Tetapi aku tahu seperti apa maksud mereka.
Pernah ada pelangi, sinar mentari, hujan, angin bahkan petir yang menemani mengusir sepi dan rasa sendiri serta membuat kita merasa muda kembali. Aku mengenalnya sebagai Keluarga cuaca, sampai kini mereka masih mengiringi iklim tamalanrea yang kadang bersahabat dan kadang tidak ini.
Pernah pula ada gerombolan putus asa yang menepi disini. Belajar memaknai kelebihan diri mereka masing masing hingga membuktikan bahwa dirinya mampu untuk tidak putus asa.
Kini naga itu terbang dan berenang memeluk segala mimpi mimpi dalam jalur yang berbeda
Hari ini pelangi itu sedikit perih, menahan sakit yang menggerogoti tubuhnya, tapi tidak untuk semangatnya
Saat ini rasa putus asa perlahan sirna berganti semangat baru
Semua itu ada disini, di tamalanrea
Semoga tetap seperti itu
Pernah ada Naga disini yang meniupkan semangat dalam nafas mereka. Entah itu dalam canda dan atau amuk marah. Tetapi aku tahu seperti apa maksud mereka.
Pernah ada pelangi, sinar mentari, hujan, angin bahkan petir yang menemani mengusir sepi dan rasa sendiri serta membuat kita merasa muda kembali. Aku mengenalnya sebagai Keluarga cuaca, sampai kini mereka masih mengiringi iklim tamalanrea yang kadang bersahabat dan kadang tidak ini.
Pernah pula ada gerombolan putus asa yang menepi disini. Belajar memaknai kelebihan diri mereka masing masing hingga membuktikan bahwa dirinya mampu untuk tidak putus asa.
Kini naga itu terbang dan berenang memeluk segala mimpi mimpi dalam jalur yang berbeda
Hari ini pelangi itu sedikit perih, menahan sakit yang menggerogoti tubuhnya, tapi tidak untuk semangatnya
Saat ini rasa putus asa perlahan sirna berganti semangat baru
Semua itu ada disini, di tamalanrea
Semoga tetap seperti itu
Jumat, 02 Oktober 2009
Beberapa hal disekitarmu
Kukatakan padamu tentang bintang
sinarnya selalu lebih redup dari benda langit lainnya
tapi sebenarnya memiliki bentuk yang sangat besar
Kukatakan padamu tentang matahari
yang selalu menyinari bumi memberi denyut kehidupan disini
darinya kau akan tahu betapa menyenangkan untuk selalu memberi
makanya ada lagu "kasih ibu" tercipta
Kukatakan padamu tentang bulan
yang tak bosan menemani dalam kegelapan
Indahnya menjadi perumpamaan bagi janda dan perawan
untuk menatapnya, kita tak bosan bosan
Hari ini kau sedikit kesal
maka Kukatakan padamu tentang memaafkan
memaafkan itu seperti mandi
yang melunturkan segala penat karena dendam, benci dan kesal
yang membuatmu lebih segar setelahnya
karena jangan salahkan aku kalau menutup hidung jika kau tidak melakukannya
Suatu hari kau bercerita tentang anti kemapanan, revolusi, dan minoritas
Lebih tepatnya kau bertanya
Maka baiknya mungkin berjalanlah dulu
Pasti akan kau dapati nanti dalam jalanmu sendiri
Jangan berjalan dibelakangku
Karena Aku tak pantas untuk kau ikuti
Tapi jika kau ingin bercerita tentang Kosmik
maka Kosmik itu adalah cinta
dan cinta itu adalah kau, teman-temanmu, kakak-kakakmu, kakaknya kakakmu, adik-adikmu kelak, adiknya adik adikmu, atau bahkan mungkin anak anakmu nanti
Hari ini raga kita mungkin akan berjumpa
Tetapi entah untuk esok atau lusa
Terserah kau mau memaknainya seperti apa
Lewat lambaian tangan ketika kita bertemu
Atau panggilan nama jika wajah kita beradu
Dalam genggaman tangan bahkan rangkulan dan pelukan
Itu terserah....
Yang pasti jika suatu hari kita berpisah
tak ada yang kuharapkan selain rasa cinta ini tetap ada
bukan "masih ada"... tetapi, "selalu ada"
sinarnya selalu lebih redup dari benda langit lainnya
tapi sebenarnya memiliki bentuk yang sangat besar
Kukatakan padamu tentang matahari
yang selalu menyinari bumi memberi denyut kehidupan disini
darinya kau akan tahu betapa menyenangkan untuk selalu memberi
makanya ada lagu "kasih ibu" tercipta
Kukatakan padamu tentang bulan
yang tak bosan menemani dalam kegelapan
Indahnya menjadi perumpamaan bagi janda dan perawan
untuk menatapnya, kita tak bosan bosan
Hari ini kau sedikit kesal
maka Kukatakan padamu tentang memaafkan
memaafkan itu seperti mandi
yang melunturkan segala penat karena dendam, benci dan kesal
yang membuatmu lebih segar setelahnya
karena jangan salahkan aku kalau menutup hidung jika kau tidak melakukannya
Suatu hari kau bercerita tentang anti kemapanan, revolusi, dan minoritas
Lebih tepatnya kau bertanya
Maka baiknya mungkin berjalanlah dulu
Pasti akan kau dapati nanti dalam jalanmu sendiri
Jangan berjalan dibelakangku
Karena Aku tak pantas untuk kau ikuti
Tapi jika kau ingin bercerita tentang Kosmik
maka Kosmik itu adalah cinta
dan cinta itu adalah kau, teman-temanmu, kakak-kakakmu, kakaknya kakakmu, adik-adikmu kelak, adiknya adik adikmu, atau bahkan mungkin anak anakmu nanti
Hari ini raga kita mungkin akan berjumpa
Tetapi entah untuk esok atau lusa
Terserah kau mau memaknainya seperti apa
Lewat lambaian tangan ketika kita bertemu
Atau panggilan nama jika wajah kita beradu
Dalam genggaman tangan bahkan rangkulan dan pelukan
Itu terserah....
Yang pasti jika suatu hari kita berpisah
tak ada yang kuharapkan selain rasa cinta ini tetap ada
bukan "masih ada"... tetapi, "selalu ada"
Rabu, 30 September 2009
Rasakanlah bersama
Jika ingin bahagia maka bagilah kebahagiaan itu
Karena kesusahan yang dialami sendiri akan terasa lebih berat dari biasanya
Jadikan itu menjadi hal bersama...
Aku mendengar ini dari suara olivia ong
Ringan dan bersahabat
Berbagi... kesedihanmu..kesedihanku...Bahagiamu....bahagiaku...
"Make it mutual"
In this nice cool breeze.
Yes I am all at ease.
When I gush.
And this sweet feeling comes to me.
Can't deny, can't lie, can't really face the truth.
And I wonder if you're feeling the same way too
Karena kesusahan yang dialami sendiri akan terasa lebih berat dari biasanya
Jadikan itu menjadi hal bersama...
Aku mendengar ini dari suara olivia ong
Ringan dan bersahabat
Berbagi... kesedihanmu..kesedihanku...Bahagiamu....bahagiaku...
"Make it mutual"
In this nice cool breeze.
Yes I am all at ease.
When I gush.
And this sweet feeling comes to me.
Can't deny, can't lie, can't really face the truth.
And I wonder if you're feeling the same way too
Senin, 28 September 2009
Kembalinya Sang Naga
Hawa panas hari ini sedikit lebih terasa dari biasanya di tamalanrea
Aku tahu itu bukan karena terik matahari
Ada Naga yang kembali
Kiranya Dia terpanggil untuk sekedar menjenguk sarangnya
Aku ingat ketika dia datang disini pertama kali
Bersamanya ada cinta yang menyelimuti
Dan ketika dia memutuskan untuk pergi
Maka cinta jua lah yang tertinggal
Kini ketika Naga itu kembali
Kuharap dia tidak membawa pergi cinta yang pernah ditinggalkannya disini
Sekarang dan selamanya...
sayup sayup salah satu naga itu sempat bersenandung : "but even so... i love you anyway...no matter how things have gone...."
kami (dodi, himas, dan uci hanya tersenyum sambil memanjatkan harapan harapan)
Aku tahu itu bukan karena terik matahari
Ada Naga yang kembali
Kiranya Dia terpanggil untuk sekedar menjenguk sarangnya
Aku ingat ketika dia datang disini pertama kali
Bersamanya ada cinta yang menyelimuti
Dan ketika dia memutuskan untuk pergi
Maka cinta jua lah yang tertinggal
Kini ketika Naga itu kembali
Kuharap dia tidak membawa pergi cinta yang pernah ditinggalkannya disini
Sekarang dan selamanya...
sayup sayup salah satu naga itu sempat bersenandung : "but even so... i love you anyway...no matter how things have gone...."
kami (dodi, himas, dan uci hanya tersenyum sambil memanjatkan harapan harapan)
Sabtu, 26 September 2009
Menggantikan september
Menapaki hari ke 26 di bulan ini banyak sudah mimpi yang sedikit tercapai.
Ada saat kita perlu mengantarkan ketegaran pada sedikit kesedihan
Karena air mata tidak selalu berarti kelemahan
Ada saat kita menangis agar kita kuat
Kerinduan pernah hadir disini
Menemani kehadiran gadis berjilbab di senja yang remang
Mengiringi pertemuan di puncak indah waktu itu
Menahan haru ketika sahabatmu hanya bisa puas berlebaran di perjalanan
Mengantar kepulanganmu dalam putaran roda sepeda mungilmu
Memandangi codet di dahi indah wajah selembut salju itu
Tinggal 4 hari lagi september akan berganti. Aku teringat Bulan penggantinya nanti pernah menjadi kesyahduan bagi seorang teman. Dia mengatakannya setahun yang lalu, walau kini telah dihapusnya secara total atas nama sisi lain dirinya yang selalu hadir.
Kata teman yang lain, kau harus pergi agar rindu sudi untuk datang
Seperti Matanya yang rindu akan kacanya, agar indahnya dunia dapat dia nikmati seutuhnya
Dan sepertinya....
aku menyetujuinya
Ada saat kita perlu mengantarkan ketegaran pada sedikit kesedihan
Karena air mata tidak selalu berarti kelemahan
Ada saat kita menangis agar kita kuat
Kerinduan pernah hadir disini
Menemani kehadiran gadis berjilbab di senja yang remang
Mengiringi pertemuan di puncak indah waktu itu
Menahan haru ketika sahabatmu hanya bisa puas berlebaran di perjalanan
Mengantar kepulanganmu dalam putaran roda sepeda mungilmu
Memandangi codet di dahi indah wajah selembut salju itu
Tinggal 4 hari lagi september akan berganti. Aku teringat Bulan penggantinya nanti pernah menjadi kesyahduan bagi seorang teman. Dia mengatakannya setahun yang lalu, walau kini telah dihapusnya secara total atas nama sisi lain dirinya yang selalu hadir.
Kata teman yang lain, kau harus pergi agar rindu sudi untuk datang
Seperti Matanya yang rindu akan kacanya, agar indahnya dunia dapat dia nikmati seutuhnya
Dan sepertinya....
aku menyetujuinya
Rabu, 23 September 2009
Tertawa bersamamu cukuplah bagiku
Jika sekiranya salju turun di sini, lalu aku atau kau bisa merasakan lembut butirannya, maka seperti itulah wajahmu. Dalam pipi mungilmu, senyuman indah itu terukir disana, walau dengan sedikit codet yang justru menambah keindahan itu.
Dirimu sangat jauh untuk dilihat, meski dekat dalam pandangan mata. Aku tahu kau selalu terbuka untuk siapa saja, tetapi justru sikap inilah yang kadang membuat orang merasa segan terhadapmu. Entah karena auramu yang begitu menawan hingga menciptakan tembok dan jeruji pemisah untuk merasakan kedalaman hatimu, aku juga tak tahu.
Dalam setiap senyum dan tawamu yang membawa damai dan membuat orang didepanmu merasa dihargai kehadirannya, kau pun sangat bahagia oleh itu semua.
Kau pernah hampir pergi dari dunia ini, di dalam artian sebenarnya. Tapi rupanya Tuhan berkehendak lain, Dia masih memilihmu, menaruh kasih sayang-Nya kepadamu. Hingga aku menuliskan ini, aku juga bersyukur atasnya.
Setinggi apapun harapanku, maka pasti dirimu akan lebih tinggi dari itu, aku sadar itu. Maka tertawa bersamamu cukuplah bagiku.
Dirimu sangat jauh untuk dilihat, meski dekat dalam pandangan mata. Aku tahu kau selalu terbuka untuk siapa saja, tetapi justru sikap inilah yang kadang membuat orang merasa segan terhadapmu. Entah karena auramu yang begitu menawan hingga menciptakan tembok dan jeruji pemisah untuk merasakan kedalaman hatimu, aku juga tak tahu.
Dalam setiap senyum dan tawamu yang membawa damai dan membuat orang didepanmu merasa dihargai kehadirannya, kau pun sangat bahagia oleh itu semua.
Kau pernah hampir pergi dari dunia ini, di dalam artian sebenarnya. Tapi rupanya Tuhan berkehendak lain, Dia masih memilihmu, menaruh kasih sayang-Nya kepadamu. Hingga aku menuliskan ini, aku juga bersyukur atasnya.
Setinggi apapun harapanku, maka pasti dirimu akan lebih tinggi dari itu, aku sadar itu. Maka tertawa bersamamu cukuplah bagiku.
Minggu, 20 September 2009
Melepas ramadhan
Aku memanggilmu dari kejauhan dalam kegelapan malam. Tak mungkin aku salah, hanya satu orang di malam takbiran ini yang menggunakan sepeda di tamalanrea. Kau tetap seperti yang dulu, dengan potongan pendek dan cardigans hitam serta suara khasmu. Katamu sepeda itu baru kau beli beberapa waktu yang lalu. Memasuki halaman rumah di BTP yang kutinggali kau tetap menaiki sepedamu dengan lincah, aku hanya mengikuti dengan berjalan kaki dari belakang.
Dimalam takbiran ini, bersama kita melepas kepergian ramadhan di langit Makassar yang cerah. Kau bertanya padaku nama tiga buah bintang yang berjejer diatas sana, aku juga tak tahu namanya, tapi di kampungku orang menyebutnya “poliyama”. Kau hanya mengangguk menyetujuinya saja.
Sesekali kau tertawa lepas ketika bercerita tentang hidupmu akhir-akhir ini, dan suaramu terdengar keras sekali, memecahkan kesunyian yang tercipta karena para tetangga sedang pulang kampung. Katamu kau suntuk dirumah sendirian, makanya kau menghubungiku. Kebetulan aku pun hanya berteman beberapa siaran televisi dengan satu tema yang sama.
Beberapa waktu terakhir ini kau mempunyai obsesi untuk tour ke toraja dengan naik sepeda bersama kenalanmu di dunia maya, kenalanmu itu sudah beristri dan kaget sekali ketika mendapati bahwa ternyata kau adalah seorang wanita. Tawaku meledak ketika kau bilang bahwa kenalanmu itu menyuruhmu untuk mencari teman lagi, karena menurut hadits, kalau sedang berdua maka yang ketiga adalah setan.
Ketika memandangi langit entah untuk yang keberapa kali, kau bertanya soal syahdu. Apa itu syahdu ? Lalu kau mengumpamakan jika kita kehausan di tengah padang pasir kering, kemudian kita bertemu dengan air yang sejuk dan meminumnya. Bukan air dingin, tetapi air sejuk. Menurutmu itulah syahdu...
Syahdu juga terjadi saat seperti malam takbiran ini, ketika kita jauh dari keluarga, sahabat orang orang terdekat, hanya suara takbir dan kerlip bintang yang mengantarkan kerinduan kita pada mereka. Begitu pula kerinduan mereka pada kita. Mungkin bisa juga pada waktu kita sakit dan mendengarkan suara orang yang sangat ingin kita dengar suaranya. Menyapa kita dan membelai serta berkata bahwa semua akan baik baik saja.
Sebenarnya aku juga tak bisa memastikan saat ini apakah masuk dalam kategori syahdu tersebut, tapi seiring rembulan terakhir ramadhan yang kini digantikan dengan takbir menyambut fajar 1 syawal, aku hanya bisa merasakan rasa rindu yang sedikit terobati dengan kedatanganmu disini, menemaniku walau mungkin hanya beberapa jam saja, dan ketika mengantarmu kembali hingga pintu gerbang BTP, menatapmu melaju dengan sepeda kecilmu, bagiku itu sudah cukup.
Dimalam takbiran ini, bersama kita melepas kepergian ramadhan di langit Makassar yang cerah. Kau bertanya padaku nama tiga buah bintang yang berjejer diatas sana, aku juga tak tahu namanya, tapi di kampungku orang menyebutnya “poliyama”. Kau hanya mengangguk menyetujuinya saja.
Sesekali kau tertawa lepas ketika bercerita tentang hidupmu akhir-akhir ini, dan suaramu terdengar keras sekali, memecahkan kesunyian yang tercipta karena para tetangga sedang pulang kampung. Katamu kau suntuk dirumah sendirian, makanya kau menghubungiku. Kebetulan aku pun hanya berteman beberapa siaran televisi dengan satu tema yang sama.
Beberapa waktu terakhir ini kau mempunyai obsesi untuk tour ke toraja dengan naik sepeda bersama kenalanmu di dunia maya, kenalanmu itu sudah beristri dan kaget sekali ketika mendapati bahwa ternyata kau adalah seorang wanita. Tawaku meledak ketika kau bilang bahwa kenalanmu itu menyuruhmu untuk mencari teman lagi, karena menurut hadits, kalau sedang berdua maka yang ketiga adalah setan.
Ketika memandangi langit entah untuk yang keberapa kali, kau bertanya soal syahdu. Apa itu syahdu ? Lalu kau mengumpamakan jika kita kehausan di tengah padang pasir kering, kemudian kita bertemu dengan air yang sejuk dan meminumnya. Bukan air dingin, tetapi air sejuk. Menurutmu itulah syahdu...
Syahdu juga terjadi saat seperti malam takbiran ini, ketika kita jauh dari keluarga, sahabat orang orang terdekat, hanya suara takbir dan kerlip bintang yang mengantarkan kerinduan kita pada mereka. Begitu pula kerinduan mereka pada kita. Mungkin bisa juga pada waktu kita sakit dan mendengarkan suara orang yang sangat ingin kita dengar suaranya. Menyapa kita dan membelai serta berkata bahwa semua akan baik baik saja.
Sebenarnya aku juga tak bisa memastikan saat ini apakah masuk dalam kategori syahdu tersebut, tapi seiring rembulan terakhir ramadhan yang kini digantikan dengan takbir menyambut fajar 1 syawal, aku hanya bisa merasakan rasa rindu yang sedikit terobati dengan kedatanganmu disini, menemaniku walau mungkin hanya beberapa jam saja, dan ketika mengantarmu kembali hingga pintu gerbang BTP, menatapmu melaju dengan sepeda kecilmu, bagiku itu sudah cukup.
Sabtu, 19 September 2009
Puasa hari ketigapuluh, pangeran dan putri
kami pernah mengantar kalian
tapi tidak dalam satu waktu yang sama
baik langsung maupun tak langsung
untukmu pangeran, sepertinya putri itu tidak pergi begitu saja
mungkin dia sedikit kesal, tapi tak kan disimpannya dalam hati
karena kaulah pelindung putri
untukmu putri, disana ada pangeran yang mencarimu
menempatkanmu dalam setiap helai rindunya
di dalam kerajaan hatinya yang tak pernah sepi akan namamu
kini kami merindukan kalian
mungkin pernah kalian berjauhan
tapi tolong jangan lama
karena sepertinya kami merindukan kalian
dan sepertinya kali ini bersamaan
terinispirasi dari lagu milik the groove : "pangeran dan putri"
tapi tidak dalam satu waktu yang sama
baik langsung maupun tak langsung
untukmu pangeran, sepertinya putri itu tidak pergi begitu saja
mungkin dia sedikit kesal, tapi tak kan disimpannya dalam hati
karena kaulah pelindung putri
untukmu putri, disana ada pangeran yang mencarimu
menempatkanmu dalam setiap helai rindunya
di dalam kerajaan hatinya yang tak pernah sepi akan namamu
kini kami merindukan kalian
mungkin pernah kalian berjauhan
tapi tolong jangan lama
karena sepertinya kami merindukan kalian
dan sepertinya kali ini bersamaan
terinispirasi dari lagu milik the groove : "pangeran dan putri"
Di Puncak Indah kita bertemu
Sepanjang malam itu kau terus menghubungiku, menanyakan sudah sampai manakah bis ini membawaku ? padahal langkah bis ini baru saja mencapai kota pare-pare, hingga tak terasa aku tertidur pulas. Aku sengaja menghiraukan daerah daerah yang dilewati menuju tempatmu itu karena sudah sering kulalui beberapa waktu terakhir.
Hingga subuh menjelang, ketika lipan merah, eh salah… Liman merah yang kunaiki pelan-pelan merayap memasuki jantung sebuah kota. Aku langsung ingat salah seorang temanku pernah berkisah tentang kota ini. Tidak banyak cerita darinya. Hanya tentang sebuah pantai di pinggiran kota. Disana tidak akan kita jumpai suasana tenggelamnya matahari seperti lazimnya pantai pantai lain. Tetapi yang akan kita dapati adalah pemandangan menakjubkan bagaimana sebuah matahari baru akan lahir. Aku bisa membayangkan bagaimana bola gas raksasa berwarna kuning itu muncul begitu saja dari dalam samudra luas di lautan sana, aku jadi teringat salah satu scene di film pirates of carribean, dimana kapten jack sparrow terperangkap dikapal flying Dutchman bersama awaknya hingga mereka bersepakat untuk menggoyangkan kapal dengan tujuan agar kapal itu terbalik, sampai pada adegan dimana matahari itu muncul dari dalam lautan. Seperti itulah kira-kira jika membayangkannya. Tapi sayang, jalur bis tidak membawaku kesana, jadi aku hanya bisa puas menyaksikan mentari itu bangun dari sela sela perbukitan yang mengelelilingi kota itu. Meskipun begitu harus kuakui sinarnya menyambut pagi tetap memukau. Memasuki daerah dengan banyak gereja dan mesjid yang berdampingan bertuliskan kecamatan angkona disana sini nya, kau menghubungiku lagi, katamu tak lama lagi aku akan sampai.
Akhirnya untuk pertama kali, setelah 10 tahun yang lalu ketika tangismu melepasku di pelabuhan dili itu, kita bertatapan lagi. Dengan matamu kau menangkap lambaian tanganku dari atas bis. Kau memelukku, ditengah pandangan heran beberapa tukang ojek yang ada disitu. Tak kau pedulikan arus mobil yang masih hilir mudik dan klakson keras tanda selamat tinggal dari liman merah yang mengangkutku.
Kau mengajakku ke rumahmu, katamu selamat datang di puncak indah. Dari tempatku berdiri, aku dapat memandang ke delapan penjuru mata angin sejauh sekitar radius 2 km, dan tak ada kata yang dapat melukiskannya selain… Indah…Aku langsung tahu kenapa daerah ini dinamakan puncak indah.
Aku tertawa saja ketika kau menyuruhku naik motor yang kau bawa, soalnya motor besar ini lebih cocok dikemudikan lelaki. Tetapi kau tetap memaksa untuk mengemudikannya walaupun aku sudah menawarkan untuk memboncengmu. Tak berhelm kau biarkan angin mempermainkan rambut ikalmu yang indah itu.
Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, tapi sepanjang waktu itu kau menghabiskan waktu melupakanku dengan menghadiahi suamimu 4 orang anak. Yang ada kini hanya kerinduan biasa, kerinduan yang memaksaku melupakan bayang bayang masa lalu. Disaat kini kau membawaku mengitari kantor bupati luwu timur dan kantor kantor pemerintahan yang berdekatan terletak diatas bukit itu sekitar 4 hektar luasnya, serta berjarak 4 km dari jalan raya.
Dulu aku pernah merindukanmu, mungkin sampai kini... tapi sudahlah...
Hingga subuh menjelang, ketika lipan merah, eh salah… Liman merah yang kunaiki pelan-pelan merayap memasuki jantung sebuah kota. Aku langsung ingat salah seorang temanku pernah berkisah tentang kota ini. Tidak banyak cerita darinya. Hanya tentang sebuah pantai di pinggiran kota. Disana tidak akan kita jumpai suasana tenggelamnya matahari seperti lazimnya pantai pantai lain. Tetapi yang akan kita dapati adalah pemandangan menakjubkan bagaimana sebuah matahari baru akan lahir. Aku bisa membayangkan bagaimana bola gas raksasa berwarna kuning itu muncul begitu saja dari dalam samudra luas di lautan sana, aku jadi teringat salah satu scene di film pirates of carribean, dimana kapten jack sparrow terperangkap dikapal flying Dutchman bersama awaknya hingga mereka bersepakat untuk menggoyangkan kapal dengan tujuan agar kapal itu terbalik, sampai pada adegan dimana matahari itu muncul dari dalam lautan. Seperti itulah kira-kira jika membayangkannya. Tapi sayang, jalur bis tidak membawaku kesana, jadi aku hanya bisa puas menyaksikan mentari itu bangun dari sela sela perbukitan yang mengelelilingi kota itu. Meskipun begitu harus kuakui sinarnya menyambut pagi tetap memukau. Memasuki daerah dengan banyak gereja dan mesjid yang berdampingan bertuliskan kecamatan angkona disana sini nya, kau menghubungiku lagi, katamu tak lama lagi aku akan sampai.
Akhirnya untuk pertama kali, setelah 10 tahun yang lalu ketika tangismu melepasku di pelabuhan dili itu, kita bertatapan lagi. Dengan matamu kau menangkap lambaian tanganku dari atas bis. Kau memelukku, ditengah pandangan heran beberapa tukang ojek yang ada disitu. Tak kau pedulikan arus mobil yang masih hilir mudik dan klakson keras tanda selamat tinggal dari liman merah yang mengangkutku.
Kau mengajakku ke rumahmu, katamu selamat datang di puncak indah. Dari tempatku berdiri, aku dapat memandang ke delapan penjuru mata angin sejauh sekitar radius 2 km, dan tak ada kata yang dapat melukiskannya selain… Indah…Aku langsung tahu kenapa daerah ini dinamakan puncak indah.
Aku tertawa saja ketika kau menyuruhku naik motor yang kau bawa, soalnya motor besar ini lebih cocok dikemudikan lelaki. Tetapi kau tetap memaksa untuk mengemudikannya walaupun aku sudah menawarkan untuk memboncengmu. Tak berhelm kau biarkan angin mempermainkan rambut ikalmu yang indah itu.
Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, tapi sepanjang waktu itu kau menghabiskan waktu melupakanku dengan menghadiahi suamimu 4 orang anak. Yang ada kini hanya kerinduan biasa, kerinduan yang memaksaku melupakan bayang bayang masa lalu. Disaat kini kau membawaku mengitari kantor bupati luwu timur dan kantor kantor pemerintahan yang berdekatan terletak diatas bukit itu sekitar 4 hektar luasnya, serta berjarak 4 km dari jalan raya.
Dulu aku pernah merindukanmu, mungkin sampai kini... tapi sudahlah...
Langganan:
Postingan (Atom)