Saya menuliskan ini ketika matahari tepat berada di atas kepala, teriknya yang menyengat seolah terasa dingin bagi teman-teman mahasiswa unhas yang berada tepat di depan pintu I, hanya berjarak 20 meter dari tempat ku menulis.
Mereka (teman mahasiswa unhas tadi) rupanya sedang berdemo dengan isu menolak kenaikan BBM yang rencana pemerintah akan melaksanakannya antara akhir mei dan awal juni ini.
Seorang teman tadi pagi berkata : “biar demo bagaimana, tetap saja BBM akan naik”. Singkat, padat dan menusuk. Dia mungkin hanya beralasan demikian karena malas ikut demo, tapi itulah yang terjadi.
Entah sudah berapa kali harga BBM naik dan dengan alasan yang sama serta ditimpali dengan demo-demo dari berbagai kalangan yang berujung dengan keputusan awal, harga BBM tetap naik. Tentu saja dengan naiknya harga BBM ini akan memicu naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok lainnya.
Berbagai macam cara telah dilakukan berbagai elemen masyarakat untuk menyampaikan pemerintah untuk mengurungkan niat tersebut. Seiring dengan itu pula keluar pula jawaban pemerintah yang justru lebih memusingkan rakyat dengan berbagai teori ekonomi dan segala strategi pemangkasan biaya sana-sini. Cara terakhir itulah berdemo.
Demo memang selalu terkonotasi dengan anarkis, dan merugikan banyak orang. Saya teringat lagi dengan perkataan seorang teman yang lain tadi pagi. Katanya : “harus ada yang mati kalau begini caranya. Pemerintah sudah tidak mau dengar. Kalau ada yang korban pasti ditunda kenaikan ini”. Miris memang membayangkannya. Untuk menurunkan harga BBM yang naik nanti beberapa rupiah harus mengorbankan nyawa. Seolah tidak ada orang pintar di negeri ini dan kita seperti kembali ke zaman primitif, harus menyerahkan “persembahan” nyawa manusia untuk menahan kedatangan bencana.
Masih banyak cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah krisis ini. Tapi saya, teman-teman dan rakyat tidak tahu, pemerintahlah yang tahu dan seharusnya tahu. Dalam pemerintahan duduk orang-orang terpilih, mereka disana bukanlah sembarang orang yang sekolahnya hanya sampai SD saja. Berbagai titel di belakang atau di depan nama mereka itu harus dipetanggungjawabkan. Untuk itulah mereka dipilih.
Ketika nasehat, bujukan, dan bisikan tidak didengarkan, maka berteriaklah......!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar