Selasa, 30 Desember 2008

Mengemas masa lalu, merangkai masa depan

Mungkin kota ini sudah bosan melihatku tidak pernah beranjak setelah sekian lama menuntut ilmu di salah satu bangunan diatasnya. Padahal waktu yang disediakan seharusnya dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga efektif dalam kehidupan. Tapi begitulah aku. Entah karena selalu merasa tak pernah cukup atas anugerah ini ataukah penghalusan daripada istilah “malas” dalam diriku sehingga rasa betah ini mengalahkan segala keinginan untuk pulang apalagi memikirkan masa depan, kerja dan kawin kemudian beranak pinak.

Tetapi mau tidak mau, tujuh tahun adalah waktu yang disediakan untukku. Kampus merah sudah menggariskan batas tersebut jauh sebelum kelahiranku di sini dari rahim UMPTN 2001 silam. Perjalanan waktu dan aturan seakan tidak mau berdamai denganku. Ataukah aku yang memang keras kepala tidak mau tahu segala ketentuan tersebut ?

Aku sempat kalah di beberapa lini dan waktu itu. Kalau saja tidak bertemu ranes dan orang-orang disekitarku yang terus memberi baterei semangat agar lampu perjuangan ini terus menyala. Tidak terhitung sudah jasa-jasa mereka. Ketika rasa terpuruk itu kembali datang, maka aku teringat semua wajah-wajah tersebut. Semangatku pun berkobar kembali. Tugas akhir yang selalu menjadi momok tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir seperti diriku, berubah menyenangkan karena adanya tangan halus Kak Syamsuddin Aziz, ditunjang dengan kondisi pasar mace yang begitu bersahabat secara tidak sadar mengumpulkan ide-ide dari teman-teman seperti abang, bento, kak harwan, arya, yudha dan masih banyak lagi . Api semangat itu juga ditiupkan oleh beberapa adik spesialku rahma "pelangi", nendenk, debra dan keluarga cuacanya (riana shunshine, dll), ifzan, ruztan, cokke dan masih banyak lagi

Tampang sangar seekor naga memang membuat ciut siapa saja yang menatapnya. Tetapi disini, naga-naga itu menyayangiku seperti saudara sendiri. Aku sengaja memang menuliskan nama-nama itu disini, mereka bejumlah sembilan makanya disebut Sembilan Naga. mereka itu adalah : Dwi, ecy, shanty, were, icha, darma, azmi, wuri dan emma. Persahabatan itu terjalin begitu indah dan tak terasa terus memompa hingga puncaknya tanggal 25 oktober kemarin aku bisa ujian meja bersama seorang temanku, saudaraku, Fajar .

Kini dalam penantian ijazah yang insya allah akan keluar januari nanti, aku akan mencoba berdamai dengan waktu. Mencoba melepaskan pelampungku dan berenang ke tengah lautan nasib. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, pengalaman masa lalu, dan setumpuk harapan akan masa depan yang lebih baik, aku akan kembali mencoba. Mencoba merasakan kata "pulang" meskipun makna pulang itu sebenarnya telah kurasakan disini. Ketika makassar telah memelukku dan menerimaku seperti anaknya sendiri. Maka tidak salahlah aku selalu sedih jika "feels like home" chantal kreviazuk terdengar olehku. Dalam 7 tahun ini Makassar sudah seperti ibuku sendiri. Tapi aku tak akan memaksanya mengakuiku sebagai anaknya.

Pulang disini dalam arti sesungguhnya. Arti oleh kebanyakan orang. Ketika kau menyebutkan asalmu dari mana disitulah kau akan kembali pulang. Dalam hal ini ketika berkenalan dulu, aku selalu menyebutkan gorontalo sebagai asalku.

Mungkin kesanalah aku pulang nanti....


Tidak ada komentar: