Rabu, 26 November 2008

Lelaki yang menjadi suamimu

Suasana Pasar (tempat kumpulan mace2 penjual makanan dan minuman yang letaknya di belakang fakultas ekonomi dan sospol serta samping mesjid nurul ilmi) terlihat rame ketika aku dan Hj. Hasma baru datang. Sebelumnya aku bertemu dengan hasma di lantai dua gedung akademik fisip yang sedang menunggu pak ikbal. Karena mungkin masih lama jadi aku turun ke bawah dan hasma pun mengikutiku.

Coffemix 3 gelas di pesan hasma, untuk aku, aidil dan dia sendiri. Kami pun berbincang-bincang sekedarnya sambil mataku melihat di layar notebook yang sedang di gunakan oleh upi'. Sesekali upi' tertawa melihat gambar atau info dari internet yang ada di layar laptop itu. Internet memang bukan lagi barang mewah saat ini. Cukup bermodalkan laptop yang punya wifi (wireless idelity) dan mencari daerah kampus yang ada sinyal acces pointnya, maka kita bisa berinternet sepuasnya.

Selang 15 menit aku duduk disitu sambil mengedarkan pandangan, mataku tertuju pada satu sosok yang sangat ku kenal. Dia berada diantara kumpulan anak-anak antro dan sosiologi di kantin FISIP yang berjarak beberapa meter di depanku. Dia tersenyum. Aku pun membalasnya dan kemudian beranjak menghamprinya. Berjabat tangan kemudian memeluknya.

Rambutnya di potong pendek 3 cm. Dengan jas levis yang necis dan helm besar di tangan senyumnya tak lepas dari mulutnya sambil bertanya kabar kepadaku dan mengeluhkan bahwa sedikit sekali muka yang dia kenali di kampus ini. Hanya ka iccang (politik 97) dan anto (poltik 98) serta diriku.

Aku mengenalnya sejak mahasiswa baru, waktu itu rambutnya gondrong sehingga tampak sangar dihadapan maba apalagi waktu itu ospek. Orang memanggilnya yang kalau dalam bahasa indonesia artinya "anak laki-laki". Sewaktu awal kuliah dia sering menitip salam buat salah seorang teman angkatanku.

Kini dia berdiri dihadapanku sebagai salah seorang pegawai bank di tanah kelahirannya, papua. Dia berada disini karena sedang cuti. Katanya anaknya yang baru lahir kemarin hari minggu adalah laki-laki. Aku pun tak kuasa menahan rasa bahagiaku. Meskipun rasa perih ini juga sedikit menusuk. Aku tahu dia bahagia seperti bahagianya dirimu. Karena dia lelaki yang menjadi suamimu.


"lelahmu jadi lelahku juga.."
"bahagiamu bahagiaku juga.."

(dee)





Tidak ada komentar: