Minggu, 23 Agustus 2009

Puasa hari kedua, gundah hati

Selepas subuh di puasa hari kedua ini diawali dengan pergi bersama menemani arya belajar nyetir mobil. Bertindak sebagai pengarah adalah kak riza dan kak aidil, sementara saya dan kak yuda dibelakang memberi semangat. Di tengah perjalanan, kak yuda menerima telpon yang entah dari siapa kemudian berujung pada pemberian les privat tentang photoshop kepada orang yang menelpon itu. Jadilah dua pelajaran diajarkan pagi itu, yaitu menyetir mobil dan kursus kilat photoshop. Pelajaran menyetir arya tidak terlalu lama, selanjutnya kami pulang dan tidur lagi hingga siang menyapa.

Sebenarnya panasnya matahari siang tidak terlalu terasa hingga sore menjelang. Sampai waktu buka puasa, saya mendapati kak jun baru pulang dari berolahraga kemudian ia mengajakku berbuka bersama di “pondokan dalam” (sebutan untuk daerah pondokan di belakang workshop teknik unhas). Disana ternyata telah menunggu kak riza, dan kawan-kawan. Kebetulan hadir juga arshanti, cokke, alam serta ari yang baru pulang dari KKN beberapa hari lalu.

Sambil menikmati hidangan buka puasa berupa es buah dalam mangkok kecil, seorang temanku yang duduk didepanku bercerita tentang kegalauan hatinya. Dia rupanya tengah bingung memilih diantara dua sosok yang selalu hadir di setiap jejak langkah hidupnya beberapa waktu ini. Saya pun ikut bingung.

Saya jadi teringat akan sebuah komentar di weblog milik salah seorang sahabatku yang menyukai senja di bulan oktober (tapi rupanya dia sedang menyenangi senja bulan juli juga tahun ini).

Jangan katakan cinta jika kau tidak benar-benar peduli
jangan bicarakan soal perasaan bila itu tidak benar adanya
jangan kau sentuh hidup seseorang bila kau berniat mematahkan hatinya
jangan menatap kedalam mata bila apa yang kau lakukan itu bohong
karena hal terkejam yang bisa dilakukan ialah membuat seseorang jatuh cinta, padahal kau tidak berniat menerimanya saat ia terjtuh.

Temanku itu mulai paham, dan bersiap menentukan langkah-langkah selanjutnya.

Tidak terasa malam pun menjelang. Di tengah adzan magrib yang bersahut-sahutan, kompor kompor gas penjual makanan di kiri dan kanan kami, mulai menyala. Para koki pun mulai beraksi. Dari nasi goreng yang beraneka warna (putih, merah dan cokelat), mi kuah, aneka macam gorengan (bakkara, pisang goreng, ubi goreng) hingga gado-gado. Arshanti tiba-tiba mendekat dan memintaku menemaninya untuk mengantar pulang kak roni, belahan hatinya yang sedang sakit.

1 komentar:

Yusran mengatakan...

siapakah lelaki itu?