Kamis, 31 Juli 2008

Menanti

31 juli 2008

Lima bulan sebelum tahun ini berakhir. Jangka waktu itu sama dengan “umur” gelar mahasiswa yang masih aku sandang. Hari ini untuk ke sekian kalinya pemandangan menjelang dimulainya tahun ajaran baru terkihat kembali. Ini sebenarnya tidak bisa disebut ritual. Hanya saja terasa ada yang hilang bila tidak menyaksikan peristiwa yang satu ini. Isak tangis dan tawa riang menjadi satu. Teriakan yang menggema diikuti gerakan kedua tangan yang terkepal dan terangkat ke atas tentu saja gampang diartikan sebagai sebuah salam kemenangan atau ekspresi keberhasilan. Tetapi terkadang sulit untuk membedakan isak tangis bahagia ataukah air mata yang jatuh karena kekalahan. Inti dari momen ini hanyalah penantian akan dua kata selama sebulan lamanya. LULUS atau TIDAK LULUS. 

Sejak magrib tadi di depan pintu satu unhas ini telah di penuhi dua golongan orang. Golongan pertama, bermaksud menjual Koran pengumuman yang biasanya diterbitkan identitas, sebuah penerbitan kampus unhas. Sementara golongan yang kedua tentu saja menanti pengumuman dan membelinya pada golongan pertama tadi. Harga pengumuman bisa menjadi sangat tinggi di menit-menit awal pengumuman kelulusan. Selanjutnya setelah satu jam kemudian, harga akan berubah-rubah tetapi lebih menjurus kepada menyesuaikan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, jumlah orang yang ingin melihat pengumuman melalui surat kabar itu mulai berkurang. Hal ini dikarenakan dengan adanya terobosan baru dari pihak penyelenggara yaitu pengumuman melalui internet. Disamping akses yang cepat dan mudah, orang tidak perlulagibersusah payah menelusuri satu persatu di halaman surat kabar untuk menemukan nomor test miliknya. Di internet tinggal mengetikkan 10 digit nomor test tersebut. Hasilnya akan keluar hanya dalam hitungan menit dan detik. 

Otomatis teriakan riang, dan isak tangis bahagia maupun sedih itu pun berpindah. Tidak lagi di jalan-jalan. Kini semua itu terdengar di dalam warung internet ataupun kedai kopi yang menyediakan layanan internet. Bagi wilayah yang masih memliki jangkauan wireless juga kebagian suara-suara itu. 

Malam kian beranjak pelan. Seiring dengan itu suasana kembali sepi. Hanya terdengar beberapa motor dan mobil yang dapat dihitung dengan jari berlalu lalang di depan pintu satu ini. Kalau dihitung-hitung, peristiwa diatas sudah kusaksikan untuk ke tujuh kalinya. 

Tujuh kali, itu berarti sudah tujuh tahun lamanya dan aku masih disini. Menanti. Meskipun ku tahu aku tak dapat menggapaimu. Tapi harapan itu masih dan selalu ada. Aku akan selalu menjaga nyala api harapan itu. 












Tidak ada komentar: