Minggu, 20 September 2009

Melepas ramadhan

Aku memanggilmu dari kejauhan dalam kegelapan malam. Tak mungkin aku salah, hanya satu orang di malam takbiran ini yang menggunakan sepeda di tamalanrea. Kau tetap seperti yang dulu, dengan potongan pendek dan cardigans hitam serta suara khasmu. Katamu sepeda itu baru kau beli beberapa waktu yang lalu. Memasuki halaman rumah di BTP yang kutinggali kau tetap menaiki sepedamu dengan lincah, aku hanya mengikuti dengan berjalan kaki dari belakang.

Dimalam takbiran ini, bersama kita melepas kepergian ramadhan di langit Makassar yang cerah. Kau bertanya padaku nama tiga buah bintang yang berjejer diatas sana, aku juga tak tahu namanya, tapi di kampungku orang menyebutnya “poliyama”. Kau hanya mengangguk menyetujuinya saja.

Sesekali kau tertawa lepas ketika bercerita tentang hidupmu akhir-akhir ini, dan suaramu terdengar keras sekali, memecahkan kesunyian yang tercipta karena para tetangga sedang pulang kampung. Katamu kau suntuk dirumah sendirian, makanya kau menghubungiku. Kebetulan aku pun hanya berteman beberapa siaran televisi dengan satu tema yang sama.

Beberapa waktu terakhir ini kau mempunyai obsesi untuk tour ke toraja dengan naik sepeda bersama kenalanmu di dunia maya, kenalanmu itu sudah beristri dan kaget sekali ketika mendapati bahwa ternyata kau adalah seorang wanita. Tawaku meledak ketika kau bilang bahwa kenalanmu itu menyuruhmu untuk mencari teman lagi, karena menurut hadits, kalau sedang berdua maka yang ketiga adalah setan.

Ketika memandangi langit entah untuk yang keberapa kali, kau bertanya soal syahdu. Apa itu syahdu ? Lalu kau mengumpamakan jika kita kehausan di tengah padang pasir kering, kemudian kita bertemu dengan air yang sejuk dan meminumnya. Bukan air dingin, tetapi air sejuk. Menurutmu itulah syahdu...

Syahdu juga terjadi saat seperti malam takbiran ini, ketika kita jauh dari keluarga, sahabat orang orang terdekat, hanya suara takbir dan kerlip bintang yang mengantarkan kerinduan kita pada mereka. Begitu pula kerinduan mereka pada kita. Mungkin bisa juga pada waktu kita sakit dan mendengarkan suara orang yang sangat ingin kita dengar suaranya. Menyapa kita dan membelai serta berkata bahwa semua akan baik baik saja.

Sebenarnya aku juga tak bisa memastikan saat ini apakah masuk dalam kategori syahdu tersebut, tapi seiring rembulan terakhir ramadhan yang kini digantikan dengan takbir menyambut fajar 1 syawal, aku hanya bisa merasakan rasa rindu yang sedikit terobati dengan kedatanganmu disini, menemaniku walau mungkin hanya beberapa jam saja, dan ketika mengantarmu kembali hingga pintu gerbang BTP, menatapmu melaju dengan sepeda kecilmu, bagiku itu sudah cukup.


Tidak ada komentar: