Senin, 01 September 2008

Puasa hari pertama, "Sesuatu yang tertunda"

Ramadhan baru memasuki hari pertama. Sahur pertama bersama ranes dan ina pagi tadi dengan makanan seadanya menambah semangat untuk puasa hari ini. Tak terasa saya tertidur bersama ranes dan ina di kamar ina setelah main computer. Setelah itu saya pindah ke kamarnya fajar dan meneruskan tidurku bersama dadi dan fajar.

Sinar matahari yang menandakan pagi tentu saja tidak terasa dari kamar yang tertutup rapat gorden dan jendela serta pintunya ini, kalau saja fajar tidak membangunkanku bahwa hari sudah siang. “hari ini yudisium” kata fajar menyadarkanku. “Yudisium?” saya terkejut. Bergegas langsung ku pergi menuju kamar mandi, mengguyur badan seadanya dan menggosok gigi dengan terburu-buru.

Saya heran, sebelumnya memang ada pemberitahuan dari Ibu ida bahwa hari ini kami akan di yudisium, tapi kemungkinan tidak jadi karena ada Fifi yang ujian meja. Mungkin sekalian saja sama Fifi yudisiumnya di hari lain. Tetapi fajar yang baru saja dari kampus itu mengatakan bahwa ini hari akan dilaksanakan yudisium.

Bersama fajar saya pergi ke kampus dengan motor Honda kesayangannya yang sangat berjasa mengantarkan kami kemanapun. Pemandangan yang tersuguhkan di depan pintu masuk parkiran FISIP dari arah rektorat ketika kami baru saja tiba sangat mencegangkan. Walaupun hari pertama puasa, motor yang parikir disini membludak. Seperti halnya pemandangan sewaktu ada UMPTN (SNMPTN untuk tahun ini) di kampus.

Ujian meja untuk Fifi sudah dilaksanakan sedari tadi. Sewaktu kami masuk di kantor jurusan, terlihat Fifi sudah keluar dari ruangan ujian. Kami pun mengucapkan selamat telah melewati prosesi akhir dari perjalanan panjang kuliah ini. Dari penjelasan Fifi pun kami mengerti bahwa yudisium untuknya tidak bisa diadakan hari itu juga karena masih ada perbaikan dalam skripsinya. Fajar menyarankan untuk mengikuti model dalam skripsi milik wiwin karena mirip-mirip metodenya dengan apa yang dipaparkan dalam skripsi Fifi.

Tidak berapa lama Ibu Ida memanggil kami, dan menyarankan untuk menungu sejenak siapa tahu yudisium bisa dilaksanakan hari ini juga bersama Fifi dengan perbaikan skripsi yang bisa menyusul kemudian. Tetapi sesuatu yang tidak diduga terjadi, "Saya tidak akan yudisium kau kalau belum ko potong rambut..!!"Suara Pak Edi menggelegar di telingaku. Dengan adanya perkataan dari pak edi ini,otomatis hari ini yudisium kami tertunda. Akhirnya Patang lagi ikut-ikutan jadi korban.

Ah…. ini semua karena keegoisanku. Rambut ini memang sudah waktunya di potong. Aku harus mulai bisa untuk menata diri lagi. Maafkan aku, patang…




Tidak ada komentar: